Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) tidak akan memberikan dampak besar terhadap inflasi.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dalam catatannya mengungkapkan pengaruh kenaikan PPN - misalnya naik menjadi sebesar 12 persen - hanya akan menimbulkan inflasi yang tidak lebih dari 0,2 persen secara tahunan.
"Bahkan jika pemerintah membebaskan PPN di bidang pertanian dan transportasi - dua sektor yang menyumbang sebagian besar dalam pembobotan Indeks Harga Konsumen," ungkapnya, Kamis (20/5/2021).
Bahana juga menghitung kenaikan PPN dalam kisaran 11 - 12 pesen akan mengangkat penerimaan menjadi Rp60 triliun hingga Rp80 triliun. Menurutnya, ini adalah estimasi konservatif belum termasuk tambahan pendapatan lainnya dari revisi daftar pembebasan PPN. Langkah ini, diperkirakan IMF, dapat menciptakan pertumbuhan 0,2 persen hingga 0,4 persen.
Lebih lanjut, Satria menilai menaikkan tarif PPN akan menjadi kebijakan yang lebih layak secara politis karena pembuat undang-undang baru saja menyetujui pemotongan bertahap dalam pajak perusahaan / PPh Badan. Kenaikan PPN ini dalam rangka memperbaiki penerimaan pajak, guna menyeimbangkan kembali defisit anggaran pada 2023.
"Agar pemerintah dapat mencapai target defisit anggaran 3 persen, perkiraan kami menunjukkan pemerintah perlu menekan defisit anggaran tahunan dari Rp956 triliun tahun lalu menjadi Rp543 triliun pada tahun 2023," ujarnya.
Baca Juga
Menurut Satria, langkah ini bisa diterjemahkan ke dalam kebutuhan untuk meningkatkan penerimaan pajak tahunan sebesar Rp353 triliun dan memotong pengeluaran pemerintah sebesar Rp60,5 triliun dalam jangka waktu tiga tahun.