Bisnis.com, JAKARTA - Tren surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan akan mulai mengalami penyusutan pada semester kedua 2021.
Pada April 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus perdagangan Indonesia mencapai US$2,19 miliar karena kenaikan kinerja ekspor yang lebih tinggi dari impor.
Kinerja ekspor mengalami peningkatan sebesar 51,94 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) atau 0,69 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
Sementara, impor mengalami peningkatan sebesar 29,93 secara tahunan, namun turun sebesar 2,98 persen jika dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya.
Kepala BPS Suhariyanto menyampaikan neraca perdagangan Indonesia telah mengalami surplus selama 12 bulan berturut-turut hingga April 2021 ini.
Di samping itu, dia juga menyampaikan bahwa surplus pada April 2021 merupakan yang tertinggi sejak awal 2021.
Baca Juga
“[Surplus] bukannya menipis, tapi lebih kuat dari bulan lalu. Dengan demikian, surplus pada April ini mulai Januari 2021 merupakan yang tertinggi,” jelasnya.
Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana berpendapat, meski neraca perdagangan membukukan surplus yang besar pada April 2021, dia memperkirakan tren surplus ke depan akan mengalami penyusutan.
Penyusutan tersebut sejalan dengan membaiknya permintaan domestik, terutama pada semester II/2021. Hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya aktivitas impor. Salah satu faktor yang mendukung yaitu indeks keyakinan konsumen yang tercatat telah kembali ke level optimis.
“Kami perkirakan [surplus] neraca perdagangan secara bertahap akan menyusut di tengah membaiknya permintaan domestik,” katanya, Kamis (20/5/2021).
Sementara dari sisi ekspor, Wisnu menilai ada beberapa tantangan ke depannya, terutama karena pembatasan ketat yang kembali diberlakukan oleh negara mitra dagang Indonesia akibat dari peningkatan kasus Covid-19.
Beberapa negara mitra dagang utama yang kembali memberlakukan pembatasan ketat atau lockdown pada akhir April 2021, yaitu India, Jepang, dan beberapa negara Asean.
Dikhawatirkan, kebijakan beberapa negara tersebut akan menyebabkan berkurangnya permintaan dalam negeri sehingga akan berpengaruh pada kinerja ekspor.
Secara keseluruhan, Wisnu memperkirakan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) akan melebar menjadi -1 persen dari PDB pada tahun ini.