Bisnis.com, JAKARTA – Sekitar 90 hari ke depan, wilayah kerja Rokan di Riau akan dialihkelolakan dari PT Chevron Pacific Indonesia ke PT Pertamina Hulu Rokan. Seluruh persiapan pada masa transisi harus benar-benar dimatangkan agar tidak mengganggu kegiatan operasional produksi.
Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menjelaskan setidaknya ada tiga poin krusial yang perlu diperhatikan pada masa transisi alih kelola Blok Rokan. Pertama, terkait dengan masalah legal yang harus dituntaskan.
"Semua hal yang berkaitan dengan legal basisnya harus tuntas, karena ini merupakan dasar untuk segala sesuatunya. Dalam hal ini, menurut saya proses yang berjalan sudah relatif smooth," ungkapnya kepada Bisnis pada Senin (17/5/2021).
Kedua, hal yang terkait dengan kegiatan operasional harus dipastikan tetap dapat berjalan baik. Dia menjelaskan operasional produksi harus tetap dan terus berjalan tanpa adanya kekosongan.
Ketiga, soal manajemen. Pada masa transisi perlu dipastikan agar manajamenen baru tetap dapat menjamin operasional dapat terus berjalan lancar dan mampu mengelola dengan baik dalam menjaga level investasi, cadangan, dan pada akhirnya produksi.
Menurut dia, proses pencarian mitra oleh Pertamina Hulu Rokan untuk menggarap blok itu masuk pada persoalan manajemen. "Nantinya manajemen yang baru yang akan dan perlu meng-assess itu semua," kata Pri Agung.
Baca Juga
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menjelaskan hal yang paling krusial dalam alih kelola Blok Rokan adalah bagaimana Pertamina untuk mendapatkan partner yang kuat dengan kapabilitas pendanaan dan operasional, juga teknologi.
Menurut dia, dengan tanggung jawab yang besar kepada lapangan-lapangan migas di seluruh Indonesia, kemampuan Pertamina terbatas dari sisi dana ataupun kapabilitas operasionalnya. Oleh sebab itu, agar produksi bisa dimaksimalkan, sebaiknya Pertamina tidak menggarap Blok Rokan sendiri.
Moshe berpendapat agar blok itu tidak senasib dengan Blok Mahakam yang produksinya turun setelah dialihkelolakan ke Pertamina, perlu ada kesadaran terhadap kapasitasnya dan mengesampingkan ego politik demi kepentingan nasional.
"[Pertamina] Harus mau bekerja sama dalam hal operasi, setidaknya joint operatorship, dan mungkin juga menawarkan sebagian besar PI [particitipating interest]-nya," tuturnya.