Bisnis.com, JAKARTA – Meskipun pasar sekunder menunjukkan perbaikan sepanjang tahun ini, masih terjadi koreksi harga properti.
Ketua Umum DPP Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Lukas Bong mengatakan properti sekunder tumbuh tahun ini, seiring dengan munculnya optimesme program vaksinasi Covid-19 secara nasional.
Namun demikian, lanjutnya, harga properti sekunder terkoreksi 10 persen hingga 20 persen, karena saat ini investor berharap harga properti sekunder lebih murah.
"Faktor BU [butuh uang], sedangkan buyer atau investor mengharapkan harga yang lebih murah. Buyer saat ini memiliki bargaining power yang lebih kuat," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (20/4/2021).
Menurutnya, koreksi harga properti bekas tidak memiliki acuan. Namun, dalam kondisi tertentu, koreksi harga lumrah terjadi berkali-kali untuk satu properti. "Misalnya, orang jual rumah sudah 3 bulan belum laku, umumnya pemilik akan menurunkan harganya sampai ada peminat.”
Lukas memproyeksikan harga properti sekunder kembali normal atau naik ketika vaksin Covid-19 terbukti efektif.
Baca Juga
Direktur Ray White Indonesia Erwin Karya mengatakan kondisi permintaan properti sekunder khususnya untuk rumah tapak mulai kembali nornal setelah pada tahun lalu tertekan.
"Investor banyak yang mencari properti murah dengan harga BU. Harapannya ada yang jual karena BU supaya saat kondisi stabil nanti investor dapat gain bagus. Memang investor tetap selektif membeli. Kondisi investor yang mulai mencari itu justru bagus karena mendorong pasar,” tuturnya.
Dia tak memungkiri terdapat koreksi harga untuk pasar sekunder sejak tahun lalu yang mencapai 20 persen, bahkan hingga 50 persen.