Bisnis.com, JAKARTA - Surplus neraca perdagangan pada Februari 2021 diperkirakan akan meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan periode bulan sebelumnya.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan neraca perdagangan Februari 2021 mengalami surplus sebesar US2,62 miliar. Posisi ini meningkat dari Januari 2021 yang tercatat sebesar US$1,96 miliar.
“Pelebaran neraca dagang pada Februari 2021 diperkirakan cenderung meningkat akibat penurunan pertumbuhan impor secara bulanan,” katanya kepada Bisnis, Minggu (14/3/2021).
Meski demikian, Josua mengatakan laju pertumbuhan tahunan kinerja impor akan mengalami pertumbuhan positif sebesar 9,97 persen (year-on-year/yoy), dikarenakan rendahnya kinerja impor pada Februari 2020 lalu.
Menurutnya, penurunan kinerja impor secara bulanan disebabkan oleh menurunnya aktivitas manufaktur Indonesia. Hal ini terindikasi dari penurunan PMI manufaktur Indonesia menjadi sebesar 50,9 pada Februari 2021 dari sebelumnya sebesar 52,2 di Januari 2021.
Di sisi lain, Josua memperkirakan kinerja ekspor secara bulanan juga akan mengalami penurunan, meski secara tahunan masih akan tercatat tumbuh 9,97 persen yoy.
Pertumbuhan secara tahunan ini pun melambat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 12,24 persen yoy.
Perlambatan dari sisi ekspor kata Josua disebabkan oleh penurunan permintaan dari negara-negara mitra dagang Indonesia, misalnya India, China, serta AS, tercermin dari PMI Manufacturing yang menurun di negara-negara tersebut.
“Namun demikian, penurunan ekspor diprediksi tidak terlalu dalam, sejalan dengan masih bertumbuhnya harga komoditas utama unggulan Indonesia, seperti CPO,” ujarnya.
Pada Januari 2021 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor mengalami penurunan sebesar 7,48 persen secara bulanan (month-to-month/mtm), yang disebabkan oleh penurunan ekspor migas sebesar 13,24 persen dan ekspor nonmigas turun 7,11 persen.
Sementara, kinerja impor mengalami penurunan sebesar 7,59 persen mtm. Secara tahunan, impor pun masih terkontraksi 6,49 persen dikarenakan adanya penurunan impor migas sebesar 21,9 persen dan impor nonmigas turun 4 persen.