Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tokoh Sawit Sebut Buka Lahan Kedelai Tak Ekonomis

Buka Lahan Kedelai Dinilai Tidak Ekonomis
Tanaman kedelai. BATAN melalui Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) menghasilkan dua varietas kedelai unggul yang diberi nama Super Genjah BATAN (Sugentan) 1 dan Sugentan 2 yang merupakan perbaikan dari varietas Argomulyo. /ANTARA
Tanaman kedelai. BATAN melalui Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) menghasilkan dua varietas kedelai unggul yang diberi nama Super Genjah BATAN (Sugentan) 1 dan Sugentan 2 yang merupakan perbaikan dari varietas Argomulyo. /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai kondisi impor kedelai yang masih dilakukan Indonesia saat ini masih menjadi hal yang tidak salah.

Wakil Ketua III Bidang Perdagangan dan Keberlanjutan Gapki Togar Sitanggang mengatakan hal itu menghitung nilai keekonomian dan lingkungan yang tidak akan masuk dibandingkan dengan mendatangkan kedelai impor. Pasalnya, untuk mendapatkan kedelai 1 ton dibutuhkan lima kali lipat lahan yang lebih besar dari yang ada di Brasil.

"Kedelai yang kita konsumsi itu biasanya untuk bubur kalau yang impor biasanya untuk tempe, sama-sama kedelai tetapi yang satu kecil sekali yang satu besar. Untuk apa buka lahan biarkan saja impor seperti sekarang," katanya dalam diskusi Agribusiness Outlook 2021 yang dikutip, Kamis (11/3/2021).

Adapun ketersediaan kedelai menjadi persoalan yang dieluhkan pelaku usaha sejak akhir tahun lalu dikarenakan harga yang melambung tinggi.

Gabungan Koperasi Perajin Tahu-Tempe Indonesia (Gakoptindo) menduga kenaikan harga tersebut disebabkan oleh meningkatnya permintaan kedelai oleh China.

Berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo) di mana ketersediaan stok kedelai di gudang importir selalu stabil di angka 450.000 ton, dengan kebutuhan untuk para anggota Gakoptindo sebesar 150.000 -160.000 ton per bulan.

Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gapoktindo) Aip Syarifudin memprediksi harga kedelai di pasaran akan kembali pada Februari - Maret 2021 ini.

Kondisi tersebut akan terjadi jika pemerintah segera mengambil sejumlah langkah penyesuaian dengan situasi yang terjadi.

Menurut Aip, kedelai lokal secara kualitas lebih baik dari kedelai impor dan memiliki harga jual yang kompetitif, yakni di kisaran Rp8.500 per kilogram.

Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik dua kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir lain, termasuk Indonesia.

Sementara itu, Indonesia terus menargetkan peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Seperti dikutip pada situs Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pada Kamis (14/1/2021), Kementerian Pertanian menaikkan target produksi pada 2020 sebesar 7 persen, yaitu menjadi 383.371 ton.

BATAN melalui Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) menghasilkan dua varietas kedelai unggul yang diberi nama Super Genjah BATAN (Sugentan) 1 dan Sugentan 2 yang merupakan perbaikan dari varietas Argomulyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper