Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) meminta pemerintah segera menyelesaikan penguasaan lahan sawit di kawasan hutan. Pasalnya, hal tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu produksi sawit jika tidak segera ditangani dengan cepat.
Executive Director Gapki Mukhti Sardjono menyampaikan, dari target penguasaan lahan seluas 1,17 juta hektare, baru sekitar 1 juta hektare yang telah dilakukan penguasaan kembali, dari total 369 perusahaan. Adapun data tersebut diperoleh Gapki dari Ketua Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) per 23 Maret 2025.
“Yang jadi concern kita adalah bagaimana pengelolaan selanjutnya, karena kalau ini tidak dikelola dengan baik, berpotensi turunnya produksi,” kata Mukthi dalam agenda Bisnis Indonesia Forum di kantor Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).
Untuk diketahui, pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.5/2025 tentang Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Melalui beleid itu, diatur bahwa penertiban kawasan hutan dilakukan dengan penagihan denda administratif, penguasaan kembali kawasan hutan, dan/atau pemulihan aset di kawasan hutan.
Gapki, merujuk laporan dari Ketua Satgas per 23 Maret 2025 menyebut bahwa dari target penguasaan lahan seluas 1,27 juta hektare, luas lahan yang telah dilakukan penguasaan kembali baru sekitar 1.001.674 hektare atau 1 juta hektare, luas lahan yang telah dilakukan verifikasi mencapai 710.057 hektare, dan luas lahan yang telah dilakukan verifikasi lapangan 467.136 hektare.
Kemudian, luas lahan yang telah diserahkan ke PT Agrinas 221.868 hektare dan luas lahan yang siap diserahkan ke PT Agrinas 216.997 hektare.
Baca Juga
“Kalau ini tidak dikelola dengan baik, ini akan memengaruhi tingkat produksi, kemudian terjadinya PHK, dan sebagainya,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Eugenia Mardanugraha menilai perlu adanya strategi dari pemerintah dalam meningkatkan produksi kelapa sawit di Tanah Air, usai 1 juta hektare lahan sawit yang ada telah dikuasai oleh pemerintah.
Menurut dia, pemerintah perlu menggenjot produksi sawit di lahan yang tidak bermasalah untuk mengantisipasi hilangnya produksi dari lahan sebelumnya.
“Karena begini, kalau 1 juta hektare di kali 4 ton berarti 4 juta ton lahan sawit tidak berproduksi sehingga harus digantikan supaya secara produksi tidak turun,” tutur Eugenia.
Sebagai produsen nomor satu kelapa sawit di tingkat dunia, Eugenia menyebut bahwa Indonesia harus memiliki prospek sawit yang cerah. Pasalnya, jika produksi kelapa sawit merosot, perekonomian Indonesia secara keseluruhan akan ikut turun hingga memicu melonjaknya harga pangan secara global.
“Oleh karena itu, pemerintah dan pengusaha harus buat industri ini punya prospek cerah,” ujarnya.