Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sektor properti selama 6 bulan agar dapat mendorong pemulihan sektor ini.
Insentif itu berupa pembebasan PPN untuk penjualan rumah tapak dan rumah susun/apartemen dengan harga maksimal Rp2 miliar serta pemangkasan 50 persen PPN untuk hunian dengan kisaran harga Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.
Merespons hal itu, Ketua Umum DPP Persatuan perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menyambut baik insentif PPN yang diberikan untuk sektor properti. Pasalnya, insentif ini baru pertama kali diterapkan sepanjang sejarah.
Oleh karena itu, ini mestinya menjadi kesempatan bagi calon konsumen untuk mendapatkan rumah idamannya dengan harga yang lebih terjangkau dan tanpa harus membayar PPN.
"Ini seumur-umur kan nggak ada free tax atau free PPN. Ini baru pertama kali terjadi. Kami REI berterima kasih kepada pemerintah khususnya pemerintah pusat atas kebijakan insentif PPN ini. Sejak Covid-19 kan sektor properti ini drop sekali, bayangkan periode Maret-Mei 2020 itu minusnya bisa 85 persen hingga 95 persen," ujarnya kepada Bisnis.com pada Selasa (2/3/2020).
Menurutnya, kebijakan ini melengkapi kebijakan lainnya dengan tujuan mendorong pulihnya industri properti.
Baca Juga
Adapun sebelumnya, pemerintah, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan telah memberikan stimulus di sektor properti seperti UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, uang muka 0 persen, penurunan suku bunga acuan (BI7DRR), dan rasio aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).
Kebijakan insentif ini, lanjutnya, akan membuat harga rumah terutama untuk kelas menengah dan menengah atas dapat lebih terjangkau sehingga akan mendorong calon konsumen untuk membeli rumah.
"Pada gilirannya, rumah-rumah stok yang selama ini tidak terserap pasar akan laku terjual. Konsumen juga tidak menanggung pajaknya," kata Totok.
Namun, pihaknya menyayangkan kebijakan insentif PPN ini hanya berlaku 6 bulan atau dari Maret hingga Agustus 2021. Pasalnya, REI meminta kebijakan ini dapat diterapkan hingga Desember 2021.
"Memang kami mintanya sampai Desember, tapi insentif pemerintah, lebih ke arah stok yang ada dulu. Mungkin untuk bisa tahu nanti bagaimana perkembangannya, kalau dikasih sampai Desember dampak tidak signifikan kan useless. Nanti dievaluasi 1 hingga 2 bulan ke depan seperti apa dampaknya ke propetti. Terpenting apa yang kami minta diperhatikan oleh para menteri di bawah Presiden," tuturnya.
Dia menambahkan proses pembangunan perumahan memerlukan waktu yang tidak sebentar. Ketika berlakunya insentif terlalu singkat yakni 6 bulan, ada kekhawatiran pembeli rumah tidak bisa menggunakan insentif tersebut.
"Membangun rumah butuh waktu 6 bulan. Kalau diumumkan sekarang transaksi sampai Agustus, kan enggak bisa dapat insentif September-nya. Pembeli baru kalau beli hari ini realisasinya 6 bulan. Ya kita coba dulu jalan, kita kerja dulu lah, tujuannya pemerintah dengan kita sama," ucapnya.