Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom memperkirakan tekanan pada inflasi baru akan meningkat pada semester kedua tahun ini, sejalan dengan mobilitas masyarakat yang diperkirakan akan membaik.
Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi mengatakan daya beli masyarakat masih mengalami tekanan meski berangsur membaik.
Dia memproyeksikan laju inflasi pada periode Maret dan April 2021 masih akan bergerak lambat, masing-masingnya sebesar 0,10 persen dan 0,5 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
“Untuk Maret dan April, biasanya inflasi rendah karena ada masa panen,” katanya kepada Bisnis, Senin (1/3/2021).
Meski demikian, menurutnya laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada 2021 akan tercatat lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
“Proyeksi saya inflasi di akhir tahun ini ada di kisaran 2,0 hingga 2,5 persen,” jelasnya.
Baca Juga
Adapun pada Februari 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Februari 2021 adalah sebesar 0,10 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Secara tahunan, inflasi pada Februari 2021 tercatat sebesar 1,38 persen (year-on-year/yoy) dan secara tahun kalender sebesar 0,36 persen (year-to-date/ytd).
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan inflasi pada tahun ini akan berada pada kisaran 2,92 persen, karena adanya potensi peningkatan dari sisi permintaan.
“Kami memandang dampak peningkatan uang beredar dari stimulus ekonomi yang dilakukan sejak tahun 2020 pada akan menimbulkan tekanan inflasi,” jelasnya.
Menurutnya, dampak tersebut sebagian besar akan terjadi pada semester II/2021 ketika mobilitas masyarakat dan kegiatan bisnis semakin pulih sehingga memperkuat permintaan dan memacu perputaran uang.
Namun, hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kasus harian baru Covid-19 telah menurun secara signifikan, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat telah dilonggarkan, dan program vaksinasi berjalan dengan lancar.