Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Provalindo : Tak Cukup Turunkan Bunga Acuan, Kaji Regulasinya!

Provalindo, perusahaan yang bergerak sebagai penasihat dan konsultan bisnis, menyatakan langkah penurunan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate layak disambut gembira, tetapi untuk bisnis properti, itu saja tak cukup. Dia menyarankan pemerintah mengkaji regulasi yang berkaitan dengan sektor bisnis tersebut.
Seorag pria menelepon dengan latar belakang gedung perkantoran di kawasan bisnis terpadu Sudirman Central Business District (SCBD) Jakarta./Antara/Andika Wahyu.
Seorag pria menelepon dengan latar belakang gedung perkantoran di kawasan bisnis terpadu Sudirman Central Business District (SCBD) Jakarta./Antara/Andika Wahyu.

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah perlu mengkaji apakah pasar atau regulasi yang berkaitan dengan bisnis properti memang sudah mendukung sektor tersebut di tengah apresiasi terhadap terus menurunnya bunga acuan Bank Indonesia atau BI 7-Day (Reverse) Repo Rate.

Chandra Rambey, Presdir Provalindo, perusahaan panasihat dan konsultan bisnis, mengutarakan penurunan interest rate layak disambut gembira, tetapi berputarnya ekonomi secara keseluruhan tidak hanya tergantung pada rendahnya bunga acuan BI, melainkan juga seberapa besar harapan pengusaha akan pendapatan dan keuntungan yang diperoleh.

“Di industri properti misalnya, tentu tidak hanya murahnya bunga KPR dan atau bunga kredit konstruksi atau investasi, juga market-nya dan regulasinya apakan sudah mendukung. Tentu pengusaha di sektor ini akan melihat semua aspek untuk menjalankan strategi bisnisnya,” ungkapnya pada Jumat 19/2/2021).

Dia menambahkan kalau dilihat dari demand side dengan angka-angka terahir seperti daya beli masyarakat, tingkat pengangguran dan PHK, itu belum semua menjawab keraguan pengusaha.

“Sungguh pun pemerintah telah berupaya, pengusaha masih banyak menunggu khususnya pandemi Covid-19 yang sepertinya belum terlihat pemulihan,” lanjutnya.

Chandra tidak memerinci regulasi mana saja yang layak diperbaiki. Namun, sejumlah pihak telah mengungkapkan aturan mana saja yang pantas untuk direvisi.

Paulus Totok Lusida, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), misalnya, menyebutkan bahwa ketentuan penerima kredit pemilikan rumah KPR yang terkait dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) minimal gaji suami istri Rp8 juta per bulan idealnya bisa dibuat lebih rendah.

Selain itu, kebijakan perbankan yang belakangan memberlakukan sangat ketat persyaratan penerima KPR juga perlu ditinjau, karena hal itu akan menyulitkan kondisi pengembang dan bisnis properti.

Di sisi lain, CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan biaya di luar harga rumah sendiri membuat sulit konsumen calon pembeli rumah.

Ali mengusulkan agar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikurangi dari 5 persen dari nilai transaksi menjadi separuhnya. Begitu pula Pajak Pertambahan Nilai (PPN), layak dikurangi untuk mendongkrak daya beli dengan cara menekan biaya yang harus dikeluarkan calon pembeli hunian.

Selanjutnya Chandra menambahkan bahwa salah satu interpretasi potensial atas terus turunnya bunga acuan adalah bahwa lebih banyak sumber keuangan tersedia atau "uang lebih murah".

Namun, ungkapnya, ini bukan satu-satunya interpretasi yang mungkin. Pelaku pasar mungkin berpikir bahwa bank sentral mengkhawatirkan status ekonomi saat ini dan oleh karena itu mungkin menjadi lebih konservatif dan menahan diri.

“Ekonomi dibuat oleh miliaran tindakan individu yang dihubungkan oleh interpretasi sinyal dan dalam sistem seperti itu, tidak ada yang otomatis dan hasil dari suatu tindakan bersifat terbuka,” paparnya.

Chandra mengingatkan jika pebisnis tidak melihat masa depan yang cerah mengenai keuntungan, betapa pun rendahnya tingkat suku bunga, mereka tidak berinvestasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper