Bisnis.com, JAKARTA - Pada kuartal IV/2020, angkutan laut Indonesia terkontraksi paling rendah dibandingkan beberapa moda atau angkutan lainnya. Hal ini terlihat dari perbandingan dengan tahun sebelumnya secara year on year (y-o-y).
Hal itu disampaikan Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi berdasarkan analisis data statistik pada 2020 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) awal Februari 2021.
"Pada kuartal IV/2020, angkutan laut terkontraksi sebesar 1,19 persen [y-on-y] diikuti angkutan darat [3,50 persen], angkutan sungai, danau, dan penyeberangan [12,28 persen], angkutan rel [45,56 persen] dan angkutan udara [53,81 persen]," ujarnya dalam siaran pers yang dikutip, Rabu (17/2/2021).
Sementara itu pada periode yang sama kata Setijadi, secara kumulatif (c-to-c) angkutan laut terkontraksi sebesar 4,57 persen, diikuti angkutan darat (5,34 persen), angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (13 persen), angkutan rel (42,34 persen), dan angkutan udara (53,01 persen).
"Namun demikian, kontribusi angkutan laut terhadap PDB 2020 masih kecil, yaitu sebesar Rp48.614,8 miliar atau 8,7 persen dari total PDB angkutan sebesar Rp558.069 miliar," jelas dia.
Lebih lanjut Setijadi menambahkan, kontributor tertinggi terhadap PDB angkutan masih dari angkutan darat (68,3 persen) yang diikuti angkutan udara (18,8 persen). Sementara, dua angkutan lainnya memberikan kontribusi yang lebih kecil dari angkutan laut, yaitu angkutan sungai, danau, dan penyeberangan sebesar 2,8 persen dan angkutan rel sebesar 1,4 persen.
Baca Juga
Terlepas dari itu, Setijadi mengapresiasi pembukaan jalur-jalur pelayaran baru seperti yang dilakukan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang membuka tiga rute pelayaran ferry jarak jauh (long distance ferry/LDF) pada Januari 2021. Ketiga rute itu yaitu Patimban-Panjang, Patimban-Pontianak, dan Patimban-Banjarmasin.
Meski begitu, dia menyatakan perlunya integrasi transportasi laut, proses kepelabuhanan, dan transportasi hinterland. Menurutnya, para pengguna akan mempertimbangkan efisiensi transportasi secara end-to-end.
"Berdasarkan data dari Pelni dan INSA, transportasi laut hanya berkontribusi sekitar 19 persen. Sementara biaya kepelabuhanan sekitar 31 persen dan transportasi hinterland sekitar 50 persen," ungkapnya.