Bisnis.com, JAKARTA — Kado awal tahun dari pemerintah berupa pemberian diskon pajak mobil baru nyatanya tak membuat seluruh pihak antusias dan menyambut gembira. Jika industri komponen masih tak optimistis, industri ban menyuarakan hal serupa.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane menilai hal itu juga tidak akan disambut antusias oleh masyarakat. Di tengah daya beli yang terhimpit saat ini masyarakat tentu lebih memilih memikirkan cara bertahan hidup dan membatasi diri keuar rumah.
"Saya kemarin ke toko-toko ban, mereka bilang sepi kali sekarang bisanya sehari bisa 100-200 menjual sekarang 10.000 seminggu saja susah," katanya kepada Bisnis, Minggu (14/2/2021).
Belum lagi, Azis menyebut efek psikologis dari Covid-19 ini sangat besar dan membutuhkan sentuhan supaya kembali menggerakkan konsumsi masyarakat. Pasalnya untuk sekadar mengganti ban yang botak orang akan berpikir dua kali tidak seperti saat mobilitas berjalan normal.
Menurut Azis, kendati kini di level produksi terjadi peningkatan, sejumlah kondisi pertahanan pun tak dapat dielakkan. Seperti pengurangan karyawan, percepatan pensiun dini karyawan, dan paling utama efisieni usaha.
"Maret tahun lalu utilisasi kami 40 persen di Oktober sampai saat ini ada kenaikan 65 persen tetapi kenaikan membuat kami tidak bisa lari dari kenyataan karena order lambat seperti dari produksi 100 ban, permintaannya hanya 40 ban. Belum lagi bahan baku yang sulit dan ekspor yang mengalami kendala kontainer," ujar Azis.
Baca Juga
Dia pun menyebut kesulitan industri ban tak hanya datang dari produsen lokal tetapi juga dari seluruh dunia. Untuk itu, proyeksi kondisi membaik Azis perkirakan akan terjadi mulai Maret tahun depan atau 2022. Meski, kemungkinan percepatan juga ada yakni dari kondisi Lebaran nanti.
Menurut Azis, jika Lebaran masyarakat sudah mulai bergairah berbelanja kemungkinan pemulihan lebih cepat akan terjadi tetapi jika Lebaran hanya akan berlalu seperti Imlek yang sepi kemarin mau tidak mau pengusaha akan tetap realistis dalam menjalankan usahanya.
Sisi lain, pemerintah saat ini masih memiliki regulasi yang dianggap pro importir umum yang cukup merugikan importir produsen dalam negeri.
"Kemarin SNI wajib bead wire diperiksa kepabeanan sekarang baru saja ada surat edaran dari Kemenperin yang menyebut persetujuan standar produk ban impor tidak bisa lagi secara elektronik. Lah ini kan Covid-19 kami mau sertifikasi tidak bisa ini ngeri malah bikin ban nasional terpuruk," ujarnya.