Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai ekspansi industri manufaktur ke depan akan sangat bergantung pada arah kebijakan pemerintah atas penanganan Covid-19 setelah Presiden mengakui PPKM Jawa-Bali tidak efektif.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan jika membaca hasil survei IHS Markit, per Januari 2021 memang ada perbaikan dari sisi konsumsi. Namun, keterbatasan bahan baku dan keterlambatan pengiriman masih menjadi masalah utama.
"Memang ini menjadi tantangan manufaktur saat ini yakni dengan tetap mempertahankan harga produksi guna menjaga harga di tingkat konsumen agar tidak menjadi beban. Pasalnya, saat ini upaya menjaga kepercayaan dan daya beli konsumen masih dilakukan," katanya kepada Bisnis, Senin (1/2/2021).
Andry menyebut pelaku industri kini juga masih melihat arah kebijakan pemerintah dalam melakukan pembatasan kegiatan guna menekan angka kasus Covid-19.
Menurutnya, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi ke depan.
Pertama, dengan PPKM lanjutan yang lebih tegas dengan menoleransi penurunan ekonomi sebagai konsekuensinya karena konsumen akan kembali menahan daya belinya. Kedua, bisa jadi bukan PPKM tetapi pengetatan dalam 3M.
Baca Juga
"Betul yang dikatakan Presiden, butuh ketegasan dalam mengaplikasikan PPKM yang memang seperti kita lihat PMI Malasysia di mana ketika restriksi diberlakukan PMI tertahan. Jadi, ini bisa tanda di Indonesia jika penanganan Covid-19 tidak efektif," ujar Andry.
Andry menyebut ketegasan itu tentunya bertujuan untuk mengendalikan pandemi pada periode kuartal I/2021 ini agar pelaku usaha tidak kehilangan momentum pada April yakni Puasa dan Lebaran. Alhasil, jika sekarang harus ada penurunan ekonomi dibarengi dengan penurunan kasus Covid-19 tentu akan menjadi hal yang maklum.
"Malah akan lebih bermasalah jika ekonomi turun tetapi Covid-19 terus naik ini yang harus jadi konsen pemerintah saat ini," katanya.