Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan menerbitkan peraturan terkait dengan kepastian hukum dan penyederhanaan atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pengenaan PPN dan PPh atas penyerahan pulsa/kartu perdana/token listrik/voucher telah berlaku selama ini, sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru.
Dia menjelaskan, terkait pemungutan PPN untuk pulsa dan kartu perdana, pemungutan hanya sampai ke distributor tingkat II (server), sehingga rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak dipungut PPN lagi.
“Distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak perlu membuat lagi faktur pajak secara elektronik (eFaktur),” katanya dalam siaran pers, Jumat (29/1/2021).
Untuk token listrik, PPN dikenakan hanya atas jasa penjualan/pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token, dan bukan atas nilai token listriknya.
Sementara untuk voucher, PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucher berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual voucher, bukan atas nilai voucher itu sendiri.
Baca Juga
“Hal ini dikarenakan voucher diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN,” jelas Sri Mulyani.
Sementara itu, dia menambahkan pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa atau kartu perdana oleh distributor, dan PPh Pasl 23 untuk jasa pemasaran/penjualan tiken listrik dan voucher, merupakan pajak yang dipotong dimuka dan tidak bersifat final.
“Atas pajak yang telah dipotong tersebut nantinya dapat dikreditkan oleh distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucher dalam SPT Tahunannya,” kata Sri Mulyani.
Pihaknya menyatakan bahwa dipastikan ketentuan tersebut tidak akan mempengaruhi harga pulsa atau kartu perdana, token listrik, juga voucher.