Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pandemi Bukan Alasan, Menhub Budi Tak Akan Tolerir ODOL

Kondisi pandemi Covid-19 saat ini kerap dijadikan alasan untuk melakukan pelanggaran, baik dari pengusaha logistik maupun penyedia jasa angkutan. 
Truk sarat muatan atau over dimension over load (ODOL) melintas di jalan Tol Jagorawi, Jakarta, Selasa (14/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Truk sarat muatan atau over dimension over load (ODOL) melintas di jalan Tol Jagorawi, Jakarta, Selasa (14/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan tidak akan menoleransi para pelanggar kebijakan angkutan barang kelebihan muatan dan dimensi atau over dimension over load (ODOL).

Hal itu disampaikan Menhub saat menanggapi beberapa anggota dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, di gedung Senayan, Senin (25/1/2021) yang mengeluhkan masih banyaknya ODOL berkeliaran di jalan tol maupun jalan biasa.

"Kita memang ada suatu dilema yang dihadapkan dengan industriawan. Tapi kami tetap jalan [penindakan]," ungkap Budi.

Menurut Budi, kondisi pandemi Covid-19 saat ini kerap dijadikan alasan untuk melakukan pelanggaran, baik dari pengusaha logistik maupun penyedia jasa angkutan. 

"Alasan Covid-19 tidak bisa kita tolerir karena semula janji para pengusaha itu adalah 2019 bebas ODOL. Oleh karenanya kami dengan sangat terpaksa melakukan tindakan," tukasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menilai ringannya sanksi yang diberikan menjadi faktor lain para pelanggar ODOL tidak jera meski telah ditindak oleh petugas.

"Saya termasuk orang yang mengkritisi dan sudah menunggu kapan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini akan direvisi," katanya kepada Bisnis.com, Kamis (21/1/2021).

Dia menyebut saat ini denda yang diberikan kepada para pelanggar maksimal hanya Rp500.000. Angka tersebut dinilai terlampau kecil sehingga sudah seharusnya nominal dan masa kurungan ditambah. 

Apalagi, dia menyatakan ODOL sudah sangat meresahkan karena menimbulkan aspek kecelakaan dan perusakan jalan.

"Mungkin dendanya harus gede, tapi besarannya berapa nanti kita coba bahas bersama DPR," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmi Yati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper