Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mencatat penerimaan cukai dari hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) sepanjang 2020 berhasil mencapai Rp680,3 miliar. Jumlah tersebut meningkat 59,3 persen dibandingkan penerimaan pada periode tahun sebelumnya sebesar Rp427,1 miliar.
Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Mogadishu Djati Ertanto cukup mengapresiasi sumbangan dari industri HPTL tersebut. Kendati belum cukup untuk menggantikan rokok konvensional.
Dia menilai dengan sumbangan cukai tersebut industri HPTL mengindikasikan pertumbuhan yang signifikan sepanjang tahun pertama pandemi Covid-19 lalu. Sayangnya, Mogadishu belum bisa menyebut pertumbuhan industri secara rinci.
"Kami belum mendapatkan data sehingga belum dapat cek hasil produksinya tetapi dengan penerimaancukai yang naik seharusnya dibarengi dengan jumlah produksi yang meningkat pula bahkan ketika masa pandemi," katanya dalam diskusi virtual Bedah Riset Persepsi Konsumen terhadap Rokok Elektrik, Kamis (21/1/2021).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penerimaan cukai HPTL pada 2019 disumbang oleh 238 pabrik yang memesan pita cukai. Mogadishu menyebutkan sebagian besar pabrik tersebut merupakan industri kecil menengah (IKM) yang sifatnya peracik.
Pabrik HPTL ini berada di hampir seluruh wilayah Indonesia dengan tingkat mayoritas persebaran berada di wilayah Jawa Barat atau berbeda dibandingkan dengan tingkat persebaran produsen rokok konvensional yang mayoritas berada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Baca Juga
Menurut Mogadishu, dalam hal ini pemerintah masih akan terus mengamati perkembangan industri HPTL yang semakin berkembang saat ini. Pihaknnya pun akan mengembangkan standar regulasi yang cukup berbeda dengan negara lain.
"SNI akan dikembangkan sedikit berbeda dengan pendekatan yang lebih Indonesia tentunya. Kami akan sampaikan lebih lanjut ketika SNI sudah ada nantinya. Pastinya bukan hanya berfokus pada paramater yang membahayakan tetapi juga menunjukkan bahwa produk tersebut masih merupakan khas tembakau," ujar Mogadishu.
Saat ini rancangan SNI telah selesai melalui tahap jajak pendapat yang dilaksanakan dari 30 Desember 2020 lalu hingga 18 Januari 2021 ini. Langkah selanjutnya yakni penetapan rancangan SNI tersebut.
REGULASI
Kepala Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah pun mendesak pemerintah agar segera membuat regulasi terkait dengan produk HTPL. Dia menyebut sejumlah negara seperti Inggris sudah memiliki regulasi yang mengatur mekanisme terkait penggunaan serta sanksi dalam rokok elektrik.
Regulasi menjadi penting, lanjut Trubus, guna meminimalisir produk ilegal yang marak terjadi di Indonesia. Hal itu sesuai hasil survei konsumen dalam temuan Multi Country Vaping Research oleh Health Diplomats dan kantar di enam negara termasuk Indonesia.
"Kewaspadaan terhadap produk ilegal cukup tinggi di kalangan responden Indonesia. Sebanyak 50 persen responden percaya kandungan ilegal vape beresiko untuk kesehatan di mana angka itu lebih tinggi dibanding rerata enam negara lainnya yang hanya 42 persen. Sementara 90 persen responden setuju rokok elektrik harus diregulasi dan disediakan untuk perokok," katanya.