Bisnis.com, JAKARTA – Meski toko ritel Primark telah menelan penurunan penjualan hingga £2 miliar (Rp38 triliun) sepanjang 16 pekan hingga 2 Januari tahun ini, perusahaan ini belum berencana menjual produknya secara online.
Hingga saat ini, sebanyak 305 toko ritel Primark dari total 389 jaringan yang tersebar di dunia, termasuk 190 toko di Inggris, telah tutup akibat pandemi Covid-19.
Berbeda dengan Primark, sejumlah peritel misalnya Asos dan Boohoo justru mencatatkan kenaikan penjualan hingga 40 persen selama 4 bulan terakhir pada tahun lalu.
Dilansir bbc.com, Senin (18/1/2021), para konsumen bahkan memberikan rekomendasi kepada Primark untuk segera memperluas jaringannya ke bisnis online di tengah pandemi saat ini.
“Penjualan online adalah penyelamat penjualan saat pandemi. Kamu kehilangan uang yang sangat banyak,” demikian salah satu usulan yang dikemukan para konsumen dalam akun twitter Primark.
Namun, Primark meresponsnya dengan pernyataan,” Kami memilih menjual barang melalui toko fisik, tetapi terima kasih atas sarannya.”
Baca Juga
@xBabygurl21x An online store is not in our plans, even just for socks and leggings! ?
— Primark (@Primark) January 14, 2021
Sejak Maret tahun lalu, semua toko non-esensial di Inggris harus menghadapi pembatsan ketat akibat pandemi Covid-19.
Dalam pernyataan resminya, semua toko Primark akan ditutup sampai 27 Februari 2021. Akibat penutupan tersebut, perusahaan diperkirakan harus merelakan penjualannya melayang £1,05 miliar (Rp28,7 triliun), atau naik dari estimasi sebelumnya yang hanya £650 juta (Rp12,4 triliun).
Komitmen Primark untuk tidak melakukan penjualan online pernah dikemukakan oleh perusahaan ini sebelumnya. Primark menyatakan penjuala online membutuhkan biaya operasional dan pengembalian yang tinggi sehingga hal tersebut tidak akan membuat Primark bisa menjual produknya lebih murah lagi.
“Sebagai sebuah peritel fesyen yang terkenal dengan marjin rendah, mereka harus sangat kompetitif dalam hal harga,” kata Direktur Penelitian Ritel GlobalData Patrick O'Brien.