Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mengusulkan agar pemerintah tidak memberlakukan bea masuk yang tinggi untuk bahan baku penolong agar industri Tanah Air lebih cepat pulih. Namun, pemberian fasilitas pun harus mempertimbangkan pada kondisi permintaan terhadap barang-barang yang diproduksi.
“Menurut saya, kebijakan bea masuk ke depan akan tergantung pada demand barang final. Namun, jangan sampai memberlakukan bea masuk yang tinggi untuk bahan baku penolong,” kata Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri kepada Bisnis, Senin (18/1/2021).
Yose menyebutkan bahwa permintaan terhadap barang manufaktur menjadi kunci utama dalam pemulihan kinerja industri.
Menurutnya, relaksasi bea masuk bahan baku penolong tidak serta-merta bisa menggenjot kinerja, tetapi penting agar industri pengolahan bisa langsung memberi respons.
“Karena ketika permintaan jadi lebih baik, industri bisa merespons dengan lebih cepat. Kalau permintaan sudah pulih, harusnya industri bisa berproduksi lebih baik, tetapi jika mereka sulit mengimpor bahan baku, pemulihan bisa lebih lambat,” katanya.
Yose menilai rendahnya utilisasi pada fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) pun banyak dipengaruhi oleh rendahnya permintaan di dalam negeri. Hal serupa terjadi di industri berorientasi ekspor yang sepanjang 2020 masih dihadapkan pada tidak menentunya permintaan dan bergantung pada pemulihan ekonomi destinasi ekspor.
Baca Juga
“Kemungkinan kedua karena masalah pasokan. Bahan baku semester kedua mulai pulih, tetapi dari perusahaan logistik belum membaik dan ada penumpukan di daerah tertentu,” lanjutnya.
Kementerian Keuangan telah mengalokasikan Rp583,2 miliar untuk fasilitas BMDTP kepada 33 sektor industri terdampak pandemi Covid-19.
Selama masa berlaku pemberian fasilitas ini, Kementerian Keuangan mencatat persetujuan BMDTP yang diterbitkan sebesar Rp107,29 miliar atau 18,39 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan.
Sementara itu, realisasi importasi dari perusahaan-perusahaan penerima BMDTP sebesar Rp91,41 miliar atau hanya 15,67 persen dari anggaran.