Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri TPT Nilai Tak Perlu Satgas Impor Jika Pemerintah Berkomitmen

Masalah impor yang terus mengancam keberlangsungan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri cukup membuat pelaku usaha memutar otak dalam menyelesaikan hal tersebut.
Pedagang merapikan kain di salah satu gerai di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (8/12/2020). /Bisnis.com-Himawan L Nugraha
Pedagang merapikan kain di salah satu gerai di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (8/12/2020). /Bisnis.com-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Masalah impor yang terus mengancam keberlangsungan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri cukup membuat pelaku usaha memutar otak dalam menyelesaikan hal tersebut.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan secara hitungan kasar saat ini secara hitungan kasar penetrasi produk impor ilegal bisa mencapai 30 persen termasuk impor borongan yang melewati pelabuhan besar dengan under invoice.

Sejumlah upaya dan saran pun diajukan pada pemerintah salah satunya pembentukan satgas penertiban impor bodong. Namun, pada kuartal IV/2020 Kementerian Perindustrian telah berinisiatif membuat kebijakan pengetatan rekomendasi izin impor.

"Dari sana sudah ada progres yang jika dijaga kebijakan itu maka akan menambah market dalam negeri. Tinggal komitmen ke depan dari Kemenperin dalam menjalankan hal ini dan revisi regulai Kementerian Perdagangan agar pemerintah menjadi satu visi atau tidak hanya aksi sepihak saja," katanya dalam jumpa media virtual, Kamis (14/1/2021).

Redma mengemukakan dalam jangka pendek ini, pelaku usaha juga tengah menantikan berkah momentum Lebaran pasca dalam beberapa tahun kerap tidak mendapat momentum tersebut karena kalah bersaing dengan produk impor.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menambahkan pihaknya juga telah mengusulkan pengetatan pemberian izin pemohon impor dengan mewajibkan lampiran tagihan listrik dan BPJS sebagai upaya minimalisir kecurangan.

"Kami juga tidak sepakat dalam nego perdagangan dengn Bangladesh di mana mereka meminta kode HS untuk garmen. Bisa dibayangkan nilai ekspor garmen Bangladesh itu US$42 miliar sedangkan kita hanya US$8 miliar kalau mereka masuk bisa-bisa kita habis," ujarnya.

Sementara, Redma mencatat pasar garmen dalam negeri juga hanya seperempat dari nilai ekspor Bangladesh saat ini atau sekitar US$10 miliar. Artinya, jika kemudahan impor diberikan maka rantai industri TPT dari hulu dan hilir akan turut mendapatkan dampaknya yang pada akhirnya akan jatuh pada 3 juta pekerja industri ini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper