Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan akan fokus menjaga stabilitas pasokan pangan demi mencegah terjadinya inflasi yang terlalu tinggi. Tahun ini, Kemendag menargetkan inflasi di level ±3,2 persen.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra mengatakan pasokan pangan perlu dijamin terutama pada hari besar keagamaan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kelompok makanan dan minuman kerap bergejolak pada Ramadan dan Idulfitri, misal pada 2019 ketika inflasi bahan makanan mencapai 2,02 persen pada Mei dan 1,63 persen pada Juni lalu.
“Berbagai upaya tentu disiapkan agar inflasi tidak terlalu tinggi, yang utama adalah ketersediaan stok. Harus memadai khususnya jelang hari besar keagamaan yang tiba kurang lebih 100 hari lagi,” kata Syailendra kepada Bisnis, Selasa (12/1/2021).
Syailendra mengatakan Kemendag tengah intens berkoordinasi dengan asosiasi produsen dan importir mengenai ketersediaan barang demi menghindari kurangnya pasokan. Kemungkinan impor untuk sejumlah komoditas pun dibuka jika pasokan di dalam negeri tidak memadai.
“Kami terus cek ke asosiasi, mana saja yang bisa disuplai dari dalam negeri dan mana saja yang diimpor. Kalau produksi domestik tidak ada ya mau tidak mau impor. Dalam hal ini kami akan pantau juga harga dunia dan pasokan. Yang terpenting ketersediaan. Jika tidak ada barangnya lebih berbahaya,” kata dia.
Baca Juga
Untuk sejumlah komoditas yang pada awal 2020 menyebabkan gejolak harga karena pasokan yang minim, Syailendra memastikan kendala serupa tidak akan kembali terjadi.
Untuk ketersediaan gula konsumsi misalnya, dia mencatat stok akhir tahun berada di kisaran 804.000 ton. Jumlah ini bisa mengisi kebutuhan selama 3 bulan di mana rata-rata konsumsi gula berjumlah 239.000 ton per bulan.
Guna menjamin pasokan jelang Ramadan sampai masa giling selanjutnya, pemerintah pun telah memberi lampu hijau impor gula mentah untuk konsumsi sekitar 646.000 ton.
“Kami sudah keluarkan izin impor gula untuk konsumsi melalui rakortas. Insyaallah pasokan akan memadai sampai musim giling selanjutnya,” kata dia.
Hal serupa berlaku pada bawang putih yang pada awal tahun lalu sempat menyentuh Rp60.000 per kilogram. Per hari ini, harga rata-rata bawang putih nasional terpantau berada di level Rp28.000 per kilogram.
“Untuk bawang putih, kami mewanti-wanti importir agar tidak main-main menimbun barang. Kami pantau terus stok di gudang importir,” kata dia.
Tahun 2021 kali ini disebut Syailendra memang diawali oleh kenaikan harga sejumlah bahan pangan seperti cabai-cabaian dan kedelai. Kenaikan harga pada dua komoditas ini disebutnya tak bisa dihindari karena disebabkan oleh siklus panen dan pergerakan harga global.
“Kami perkirakan cabai Maret sudah mulai panen. Selama 60 persen kebutuhan nasional dipenuhi di Jawa Timur dan minat menanam yang rendah oleh petani pada 2020 lalu setidaknya mengurangi produksi sampai 30 persen untuk untuk masa tanam Oktober,” terangnya.
Pemerintah saat ini tengah menjajaki pemanfaatan Controlled Atmosphere Storage (CAS) yang memungkinkan cabai dan tanaman hortikultura disimpan dalam temperatur rendah sehingga memperpanjang masa simpannya.
Syailendra menjelaskan satu ruang CAS bisa menampung sampai 15 ton komoditas, tetapi investasi yang diperlukan cenderung besar.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebelumnya mengakui belum ada cara jitu untuk menyelesaikan gejolak harga cabai yang terjadi musiman mengingat konsumsi cabai didominasi dalam bentuk segar. Di Tanah Air, harga cabai cenderung anjlok saat masa panen dan naik saat musim tanam.