Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cegah Pasokan Langka, Pelaku Usaha Minta Impor Komoditas Pangan Direlaksasi

Bawang putih, jagung, dan gula adalah komoditas-komoditas yang harus mengantongi rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian dan persetujuan impor (PI) dari Kementerian Perdagangan.
Pedagang bawang putih beraktifitas di salah satu pasar di Jakarta, Selasa (3/3/2020). Bisnis/Abdurachman
Pedagang bawang putih beraktifitas di salah satu pasar di Jakarta, Selasa (3/3/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha mengharapkan pemerintah dapat merelaksasi aktivitas impor untuk sejumlah komoditas pangan yang sejauh ini masih masuk daftar larangan dan pembatasan dengan kuota.

Usulan ini dikemukakan demi menghindari gejolak harga yang lebih parah daripada kondisi yang terjadi pada kedelai.

Ketua Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) Mulyadi mengatakan relaksasi impor ini perlu diberikan pada komoditas dengan ketergantungan impor yang tinggi, seperti bawang putih yang kerap dilanda lonjakan harga akibat pasokan yang terganggu.

Bawang putih menjadi salah satu dari sebagian besar komoditas pangan yang diatur tata niaga impornya. Untuk memasukkan bawang putih ke Tanah Air, importir harus mengantongi rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian dan persetujuan impor (PI) dari Kementerian Perdagangan.

Selain komoditas ini, jagung dan gula pun tercatat masuk dalam daftar impor dengan lartas. 

“Pada 2020 banyak importir yang sudah mengantongi RIPH, tetapi PI tidak terbit. Alasannya karena kuota sudah terpenuhi,” kata Mulyadi kepada Bisnis, Rabu (6/1/2021).

Menurut Mulyadi, pembebasan impor perlu menjadi pertimbangan mengingat sebagian besar pasokan bawang putih untuk Indonesia dipasok oleh China. Dari 461.724 ton realisasi impor bawang putih sampai November 2020 misalnya, 100 persen dipasok dari Negeri Panda.

“Hampir setiap tahun bawang putih mengalami gejolak harga dan kelangkaan karena perizinan yang terlambat terbit. Sejak RIPH dan SPI berlaku, komoditas ini selalu jadi sasaran pemburu rente dan ada permainan kuota,” kata Mulyadi.

Dia menilai penetapan kuota inilah yang menjadi akar masalah dari gejolak harga dan gangguan pasokan. Alih-alih memperketat impor dengan menetapkan kuota, dia mengusulkan agar pemerintah membebaskan importasi seperti kedelai. Dengan demikian, pasokan dan kondisi harga di pasar akan bergerak sesuai kondisi permintaan dan pasokan.

Adapun dalam skenario pembebasan importasi dikhawatirkan menggugurkan upaya untuk peningkatan produksi di dalam negeri, Mulyadi berpendapat pemerintah bisa mengenakan pungutan impor.

“Kami hitung-hitung jika ada pungutan impor Rp2.000 per kilogram yang kami impor saja, negara bisa memperoleh pemasukan sampai triliun. Pemasukan ini bisa dipakai untuk mengembangkan bawang putih atau komoditas hortikultura lain,” kata Mulyadi.

Senada, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi menyebutkan bahwa lartas yang menyertai produk pertanian sejauh ini terbukti memperbesar risiko kenaikan harga dan kelangkaan pasokan. Kondisi ini disebutnya justru merugikan konsumen dan kelanjutan bisnis industri pengguna.

“Kedelai yang masuk komoditas nonlartas yang pasokannya masih lancar ketika harga naik saja sudah berimbas ke industri kecil menengah yang menggunakannya, apalagi jika pasokan langka dan harganya naik?” ujar Subandi.

Dia pun mengharapkan pemerintah dapat belajar dari masalah yang kerap dihadapi Indonesia. Sebagai contoh, industri makanan dan minuman sempat berada di ujung tanduk menghadapi ketidakpastian aktivitas produksi akibat izin impor gula mentah untuk awal 2021 yang belum terbit sampai akhir 2020.

Konsumen di Tanah Air pun sempat dibuat kalang kabut dengan harga gula pasir yang menembus Rp20.000 per kilogram sepanjang semester I 2020. 

“Kami para importir bukannya cuma mau impor saja, namun kepentingan pasokan dan kebutuhan konsumen. Lartas ini setidaknya memicu dua hal, permainan monopoli dan potensi kongkalingkong. Saya harap hal ini disikapi serius pemerintah, biarkan mekanisme pasar yang berjalan agar tidak ada segelintir saja yang mengontrol,” kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper