Bisnis.com, JAKARTA - Kelompok negara ekonomi terbesar di dunia akan menghadapi warisan yang tidak diinginkan dari krisis keuangan, yakni tagihan utang senilai US$13 triliun atau Rp183,3 kuadriliun. Hal serupa yang dialami oleh Indonesia.
Negara-negara Kelompok 7 (G7) ditambah pasar berkembang utama menghadapi jatuh tempo obligasi terberat dalam setidaknya satu dekade. Banyak dari negara-negara itu meminjam untuk menutupi kemerosotan ekonomi terburuk sejak Depresi Hebat.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg, pemerintah di negara-negara ini mungkin perlu menambah utang 51 persen lebih banyak daripada tahun lalu.
Kabar baiknya adalah bank sentral dan investor berada di pihak mereka. Pembuat kebijakan yang menghadapi tantangan ekonomi yang berkepanjangan dari pandemi cenderung tetap akomodatif dan menjaga biaya pinjaman tetap rendah. Obligasi tetap menjadi tempat persinggahan yang dicari di tengah meningkatnya jumlah korban virus pada kesehatan dan ekonomi.
"Rasio utang pemerintah telah meledak, tetapi saya percaya bahwa kekhawatiran jangka pendek atas utang yang meningkat tidak membuahkan hasil. Dengan asumsi tidak disalahgunakan, utang adalah salah satu alat paling sukses untuk menumbuhkan kekayaan," kata Gregory Perdon, co-chief investment officer di Arbuthnot Latham, dilansir Bloomberg, Selasa (5/1/2021).
Amerika Serikat menghadapi kebutuhan pembiayaan kembali terbesar dengan jumlah US$7,7 triliun utang jatuh tempo, diikuti oleh Jepang sebesar $ 2,9 triliun. Sedangkan utang China naik menjadi US$577 miliar dari US$345 miliar tahun lalu.
Baca Juga
Di Eropa, Italia memiliki tagihan terberat sebesar US$433 miliar, diikuti oleh Prancis US$348 miliar. Jerman memiliki US$325 miliar jatuh tempo versus US$201 miliar tahun lalu. Tidak semua jatuh tempo ini akan diperpanjang dengan pinjaman baru.
Yang pasti, kenaikan pertumbuhan masih diharapkan diterjemahkan ke dalam imbal hasil yang lebih tinggi, dengan median ekonom yang disurvei oleh Bloomberg menyerukan imbal hasil Treasury 10-tahun sebesar 1,24 persen pada kuartal keempat.
Namun tanggung jawab tetap ada pada pembuat kebijakan dunia untuk mempertahankan suku bunga rendah guna mendorong pemulihan ekonomi global. Federal Reserve sedang berupaya dengan cepat untuk membeli hampir setengah dari US$2 triliun pasokan utang yang diharapkan untuk diterbitkan pemerintah AS tahun ini.
Di Eropa, hasil dari pembelian obligasi bank sentral akan membantu menciptakan kekurangan pasokan sebesar 133 miliar euro (US$164 miliar), menurut Jefferies International.
"Realitas praktisnya adalah bahwa tingkat utang dan suku bunga saling terkait, karena sebagian besar negara maju tidak mampu membayar suku bunga yang lebih tinggi,” kata Kepala Global Penelitian Pendapatan Tetap di HSBC Holdings Plc. Steven Major.
Indonesia pun tercatat mengalami lonjakan utang hingga menyentuh level Rp6.000 triliun. Kenaikan utang terbesar pemerintah terjadi pada tahun lalu karena kebutuhan pemerintah untuk penanganan Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional.