Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan tingginya harga kedelai tidak mempengaruhi industri besar makanan dan minuman.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mencatat sekitar 70 persen kedelai di dalam negeri diserap oleh industri tempe dan tahu yang notabenenya industri kecil dan menengah (IKM). Walau demikian, Adhi berujar pabrikan besar harus memitigasi kenaikan harga kedelai tersebut.
"Saya dengar banyak yang mengurangi ukuran jual. Ketersediaan kedelai untuk produksi masih ada [bagi industri besar]," katanya, Selasa (5/1/2021).
Sebelumnya, Gabungan Koperasi Pengrajin Tahu-Tempe Indonesia (Gakoptindo) menduga kenaikan harga tersebut disebabkan oleh meningkatnya permintaan kedelai oleh China. Tetapi, Adhi menilai kenaikan permintaan tersebut tidak menjadi pendorong tunggal.
Adhi berpendapat fenomena kelangkaan kontainer yang terjadi sejak kuartal III/2020 juga berkontribusi dalam menaikkan harga kedelai. Adapun, 90 persen dari kedelai yang ada di dalam negeri berasal dari Amerika Serikat.
Berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo) di mana ketersediaan stok kedelai di gudang importir selalu stabil di angka 450.000 ton, dengan kebutuhan untuk para anggota Gakoptindo sebesar 150.000 -160.000 ton per bulan.
Baca Juga
Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gapoktindo) Aip Syarifudin memprediksi harga kedelai di pasaran akan kembali pada Februari - Maret 2021.
Kondisi tersebut akan terjadi jika pemerintah segera mengambil sejumlah langkah penyesuaian dengan situasi yang terjadi.
Menurut Aip, kedelai lokal secara kualitas lebih baik dari kedelai impor dan memiliki harga jual yang kompetitif, yakni di kisaran Rp8.500 per kilogram.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia adalah lonjakan permintaan kedelai dari China kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia.
Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik dua kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia.