Bisnis.com, JAKARTA - Imbas kenaikan harga kedelai impor ternyata tak hanya dirasakan oleh para perajin tempe. Industri pakan ternak pun melaporkan dampak serupa.
Direktur Pemasaran PT CJ Feed and Care Indonesia Haris Muhtadi menjelaskan kenaikan harga biji kedelai turut berpengaruh pada harga bungkil kedelai, by product kedelai yang menjadi salah satu bahan utama pakan ternak. Untuk pakan udang dan ikan misalnya, komposisi bungkil kedelai berkisar 30 sampai 35 persen.
“Dari segi pasokan sejauh ini cukup dan tidak langka. Namun memang kenaikan harga biji kedelai berkorelasi ke harga bungkil kedelai,” kata Haris kepada Bisnis.com, Senin (4/1/2021).
Kenaikan harga ini pun disebutnya berdampak pada kenaikan biaya produksi. Guna menyiasati kondisi ini, dia mengatakan pabrik harus menaikkan harga jual di kisaran 4 sampai 5 persen.
“Tidak ada pilihan lain sehingga kami naikkan harga,” kata dia.
Wacana untuk substitusi impor sendiri sejatinya sudah banyak disuarakan seiring berkembangnya riset untuk memanfaatkan bahan baku lokal sehingga ketergantungan pada bungkil impor bisa dikurangi. Meski demikian, Haris mengatakan hambatan terbesar adalah mengenai keberlanjutan pasokan dari bahan baku alternatif tersebut.
Baca Juga
“Riset sudah dilakukan dan memang ada potensi substitusi. Tetapi kendalanya di kapasitas industri pemasok, bagaimana pasokan dan kuantitasnya ini belum diketahui,” kata Haris.
Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Desianto B. Utomo membenarkan kenaikan harga bungkil kedelai yang disebutnya linier dengan harga biji kedelai. Kebutuhan bungkil kedelai untuk pakan ayam sendiri mencapai 25 persen.
“90 persen lebih anggota GPMT memproduksi pakan ayam dan dalam pakan ayam, struktur biaya bahan baku berkisar di 80 sampai 85 persen,” ujarnya.
Dia menjelaskan kenaikan harga bahan baku tak hanya terjadi pada bungkil kedelai, namun juga terjadi pada produk lainnya. Selain itu, biaya logistik yang makin mahal pun turut menambah biaya impor.