Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah disarankan agar mengkaji kemungkinan menetapkan harga acuan tertinggi untuk kedelai impor sebagai solusi menghadapi lonjakan harga yang memengaruhi aktivitas sejumlah industri di dalam negeri.
Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengemukakan bahwa pengaturan harga impor diperlukan mengingat importasi kedelai tidaklah luput dari aksi oligopoli. Meski impor komoditas ini telah dibebaskan, potensi permainan harga oleh segelintir importir tetap ada.
“Memang sekarang impor kedelai tidak lagi diatur kuotanya seperti dulu, tetapi importirnya masih sama seperti dulu. Masalah dari praktik oligopoli inilah yang perlu diatur,” kata Enny saat dihubungi Bisnis, Senin (4/1/2021).
Kenaikan harga kedelai impor, yang awalnya di kisaran Rp6.000 per kilogram (kg) menjadi Rp9.000 per kg pun disebutnya perlu menjadi perhatian mengingat kenaikan harga cenderung terjadi bertahap. Pemerintah perlu mencegah terjadinya lonjakan drastis mengingat kebutuhan kedelai untuk rumah tangga sangat besar.
“Fleksibilitas harga kedelai ini sangat memengaruhi konsumen karena di tengah pelemahan daya beli, tahu dan tempe menjadi alternatif protein masyarakat. Apalagi harga telur dan ayam masih stabil tinggi,” kata dia.
Solusi peningkatan produksi, di sisi lain, tidak bisa langsung diambil karena membutuhkan waktu yang panjang agar terealisasi. Namun, ketergantungan Indonesia yang tinggi terhadap kedelai impor seharusnya telah menjadi alarm bagi pemangku kepentingan sejak lama.
Baca Juga
“Kondisi ini bisa jadi momentum peningkatan produksi, tetapi jika melihat ketergantungan yang besar dan hampir 80 persen seperti sekarang memang tidak bisa cepat. Selain itu, peningkatan produksi ini perlu dilihat juga sisi ekonominya, apakah dari segi harga bisa bersaing,” kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemendag Suhanto menjelaskan bahwa intervensi harga tidak dilakukan pemerintah karena bisa memicu kelangkaan pasokan. Hal ini setidaknya pernah terjadi pada 2013 sampai 2015 ketika tata niaga komoditas tersebut diatur.
“Ketika 2013 sampai 2015 tata niaga pernah diatur, hanya importir dengan izin saja yang bisa mengimpor. Namun, efeknya adalah monopoli pasokan karena hanya segelintir pemain yang memegang izin. Saat itu gejolak harga kedelai selalu terjadi,” kata Suhanto saat dihubungi Bisnis, Senin (4/1/2021).