Bisnis.com, JAKARTA -- Pilkada serentak 2020 sudah usai. Terlepas masih ada kekurangan sana sini, patut disyukuri Pilkada berjalan lancar dan damai. Tidak ada gejolak sosial yang serius di daerah sesudahnya. Terlebih lagi, Pilkada tidak memunculkan kluster baru Covid-19 seperti yang banyak dikhawatirkan sebelumnya. Ini seiring tingginya tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan selama Pilkada sebagaimana yang dilaporkan Satgas Covid-19.
Dari sisi pelaksanaan demokrasi, Pilkada serentak ini juga terbilang sukses. Pemerintah melaporkan bahwa tingkat partisipasi pemilih Pilkada 2020 cukup tinggi, mencapai sekitar 75,38%. Namun, klaim kesuksesan itu jangan sampai membuat kita silau. Ini justru harus menjadi modal kuat bagi pemimpin daerah baru membuka ‘pintu gerbang’ untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Pasalnya, memasuki tahun baru 2021 tantangan besar sudah menanti. Tak ada waktu bulan madu. Mereka langsung dituntut untuk kerja, kerja dan kerja, khususnya mengatasi masalah pandemi Covid-19 di daerahnya masing-masing. Melalui Pilkada tersebut, harapan masyarakat saat ini jauh lebih besar untuk bisa keluar dari krisis pandemi. Selain soal kesehatan, masalah ekonomi pasca Covid-19 sangat mendesak untuk segera dicarikan solusinya.
Harapan masyarakat tidak bisa hanya dijawab dengan komitmen dan janji-janji manis dari kepala daerah terpilih. Di tengah belum tuntasnya pandemi ini, sangat dibutuhkan kecerdasan, integritas dan leadership yang kuat dari pemimpin daerah. Salah satunya adalah memacu investasi di daerah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah. Kata ‘memacu’ dan ‘akselerasi’ menjadi kata kunci. Pasalnya, pemerintah pusat sudah memberikan modal melalui omnibus law sebagai karpet merah bagi pemimpin daerah melakukan inovasi pembiayaan pembangunan daerahnya.
Namun, UU Cipta Tenaga Kerja masih mendapat ganjalan dari kelompok buruh (pasar tenaga kerja). Di sini sangat dibutuhkan kepiawaian dan leadership pemimpin daerah untuk bisa mencari titik keseimbangan agar pasar investasi (sektor riil) bisa berjalan di daerah.
Dengan demikian, agar terjadi kepastian iklim usaha nantinya kebijakan daerah tidak lagi berseberangan dengan pemerintah pusat. Pemimpin daerah dituntut kemampuannya dalam memetakan potensi daerah yang belum tergarap dan butuh suntikan investasi.
Sinkronisasi leadership kepala daerah dan DPRD juga semakin dibutuhkan untuk mengembangkan inovasi sumber pendanaan di daerah. Hal ini cukup krusial di tengah beratnya beban defisit fiskal, baik di pemerintah pusat maupun daerah.
Ke depan, kepala daerah tidak bisa lagi hanya mengandalkan pendanaan dari APBN, APBD dan perbankan saja. Namun, terobosan pendanaan dari pasar modal harus mulai dipertimbangkan. Pasalnya, potensi dana masyarakat di daerah saat ini masih cukup tinggi. Ini terlihat dari dana simpanan di Bank Pembangunan Daerah per Agustus 2020 tumbuh sekitar 12% secara bulanan menjadi Rp625 triliun.
Kepala daerah dituntut lebih kreatif dan inovatif untuk bisa menggiring dana simpanan ke investasi langsung untuk membiayai pembangunan di daerah. Salah satunya bisa dilakukan melalui pengembangan lembaga perusahaan efek daerah.
PRODUK INVESTASI
Lembaga ini berfungsi menciptakan dan mengembangkan produk-produk investasi yang diselaraskan dengan kebutuhan pasar modal, sehingga menjadi sangat menarik dan strategis untuk menggaet dana dari investor lokal maupun asing.
Apalagi, peluang investasi di daerah semakin terbuka lebar di masa mendatang. Misalnya, Jawa Barat saja dilaporkan berpotensi menarik investasi asing hingga Rp380 triliun. Kita yakin potensi investasi di daerah lain juga masih sangat besar.
Meski demikian, pemimpin daerah tidak bisa hanya mengandalkan pengembangan infrastruktur investasi daerah. Tak kalah pentingnya, perlu diperbaiki budaya dan etos kerja masyarakat di daerah yang selama ini menjadi kendala utama bagi masuknya investasi asing.
Belakangan ini faktor budaya lokal semakin dipertimbangkan investor dalam menentukan keputusan investasi langsung di negara tujuan. Penelitian Bhardwaj dkk (2007) menunjukkan analisis eksklusif pada kalkulasi ekonomi dinilai bukan lagi terbaik tetapi karakteristik analisis terhadap budaya lokal kian menguat.
Misalnya, perbaikan tingkat kemudahan dalam berinvestasi dalam Omnibus Law merupakan langkah yang menarik dan sangat dibutuhkan. Namun, upaya pemerintah ini tidak cukup. Lingkungan budaya masyarakat lokal yang sejalan dengan aktivitas bisnis seperti mental pekerja keras dan mental antikorupsi makin mendapat perhatian investor.
Di sisi lain banyak pekerjaan rumah di daerah yang tidak mungkin bisa diselesaikan hanya oleh seorang pemimpin daerah. Karena itu, kepala daerah perlu menggandeng semua pemangku kepentingan yang ada seperti DPRD dan media massa. Kini sudah saatnya kebijakan satu alam pikir untuk negara dan daerah (una anima in patriam et regiones).
Hal ini penting sebagai landasan utama untuk terciptanya iklim investasi daerah 2021 yang lebih baik.
Hal ini merupakan bagian dari keparipurnaan leadership yang dibutuhkan dari seorang pemimpin daerah ke depannya, sehingga tahun baru menjadi asa baru pula bagi investasi di daerah yang lebih baik pascapandemi.
*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Senin (4/1/2021)