Bisnis.com, JAKARTA - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengestimasikan nilai belanja perpajakan atau tax expenditure pada 2019 mencapai Rp257,2 triliun atau sekitar 1,62 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan jumlah tersebut meningkat 14,24 persen dari nilai belanja perpajakan pada 2018 sebesar Rp225,2 triliun atau sekitar 1,52 persen PDB.
Berdasarkan jenis pajak, bagian terbesar belanja perpajakan pada 2019 berasal dari PPN dan PPnBM yaitu sebesar Rp166,9 triliun atau 64,9 persen dari total estimasi belanja perpajakan.
Adapun, laporan tersebut tertuang dalam Laporan Belanja Perpajakan yang secara konsisten dipublikasikan sejak 2018. “Publikasi tahun ini merupakan wujud kontinuitas transparansi fiskal serta akuntabilitas pemerintah kepada publik terkait kebijakan insentif perpajakan,” katanya dalam siaran pers, Jumat (1/12/2020).
Dia menjelaskan, tax expenditure atau belanja perpajakan secara umum merupakan potensi penerimaan perpajakan yang tidak dikumpulkan dalam suatu tahun tertentu sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari ketentuan perpajakan umum (benchmark tax system).
Ketentuan khusus tersebut antara lain dalam bentuk pajak tidak terutang, pajak dibebaskan, pengurangan tarif pajak, dan sebagainya yang berpotensi mengurangi penerimaan negara (revenue forgone).
Berdasarkan fungsi, belanja perpajakan pada 2019 paling besar ditujukan untuk fungsi ekonomi, yaitu sebesar Rp152,1 triliun atau 59,1 persen dari total belanja perpajakan, disusul dengan pelayanan umum dan perlindungan sosial sebesar 12,9 persen dan 11,6 persen, serta fungsi kesehatan dan pendidikan, masing-masingnya 8,3 persen dan 5,7 persen.
Sementara berdasarkan tujuannya, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan UMKM adalah peruntukan terbesar belanja perpajakan 2019 dengan nilai masing-masing sebesar Rp142,4 triliun dan Rp64,7 triliun.
Nilai yang cukup besar ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berupa pengecualian barang kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan dari pajak (PPN dan PPnBM).
Febrio menyampaikan, penyempurnaan Laporan Belanja Perpajakan akan terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas transparansi pelaporan dan terus mengadopsi praktek-praktek terbaik (best-practices) di dunia.
Dengan meningkatnya intensitas pemberian insentif perpajakan pada 2020 dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional, maka semakin menegaskan perlunya akuntabilitas terhadap pelaporan dan pengawasannya, untuk memberikan gambaran kemampuan riil pemerintah dalam menghimpun penerimaan negara.
Keseluruhan nilai belanja perpajakan yang diberikan pada 2020 tersebut akan dilaporkan secara lengkap dalam Laporan Belanja Perpajakan 2020, yang akan diterbitkan pada 2021 nanti.