Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan memproyeksikan insentif atau belanja perpajakan mencapai Rp445,5 triliun pada 2025.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan angka tersebut diproyeksikan berdasarkan data realisasi belanja perpajakan beberapa tahun terakhir.
"Ini [Rp445,5 triliun] adalah 1,83% dari produk domestik bruto," jelas Suahasil dalam acara Peluncuran Laporan Belanja Perpajakan 2023 di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).
Dia menjelaskan belanja perpajakan termasuk instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Suahasil mengibaratkan belanja perpajakan sebagai pajak yang tidak dipungut atau dibebaskan pemerintah.
Dengan begitu, sambungnya, uang bisa tetap beredar dan langsung berputar di masyarakat untuk mendukung aktivitas ekonomi.
"Ketika uangnya tetap beredar di masyarakat itu menjadi basis di konsumsi dan basis bagi investasi," ujarnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Suahasil menyatakan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia bisa lebih tinggi apabila belanja perpajakan tidak dihitung secara tersendiri.
Dia mencontohkan, jika kini rasio pajak sebesar 10,4% terhadap PDB dan proyeksi belanja perpajakan mencapai 1,8% pada 2025 maka seharusnya rasio pajak bisa mencapai 12,2% (10,4%+1,8%).
Hanya saja, Kemenkeu memutuskan mulai menghitung belanja perpajakan sejak 2018 demi transparansi fiskal. Padahal, menurutnya, saat itu baru belasan negara yang mengeluarkan laporan belanja perpajakan.
"Jadi otomatis kita langsung termasuk kelompok elite dari negara-negara sedunia yang di antara jajaran negara yang mengeluarkan belanja perpajakan," kata Suahasil.
Sebagai informasi, Buku I Laporan Belanja Perpajakan 2023 dijelaskan bahwa realisasi belanja perpajakan 2024 mencapai Rp362,5 triliun atau setara 1,73% dari PDB. Alokasi belanja perpajakan tersebut paling banyak dikucurkan untuk insentif PPN dan PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah) sebesar Rp210,2 triliun atau setara 58% dari total realisasi.
Lalu, insentif PPh mencapai Rp129,8 triliun atau setara 35,8% dari total realisasi. Kemudian insentif bea masuk dan cukai sebesar Rp21,4 triliun atau setara 5,9% dari total realisasi.
Selanjutnya insentif PPB sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan pengusahaan panas bumi, serta pertambangan mineral atau batubara (P5L) sebesar Rp700 miliar atau setara 0,2% dari total realisasi. Terakhir, insentif bea materai sebesar Rp300 miliar atau setara 0,1% dari total realisasi.
Sementara itu, proyeksi belanja perpajakan mencapai Rp399,9 triliun pada 2024. Proyeksi tersebut naik 10,3% dari realisasi pada 2023.
Sedangkan pada 2025, proyeksi belanja perpajakan kembali diproyeksikan naik 11,4% yaitu sebesar Rp445,5 triliun.