Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Vietnam Turunkan PPN jadi 8%, Kemenkeu: Insentif Pajak RI Jauh Lebih Besar

Pemerintah menggarisbawahi bahwa besaran insentif perpajakan di Indonesia jauh lebih besar daripada Vietnam.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama para menteri ekonomi beserta petinggi badan dan lembaga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Senin (16/12/2024). / dok. Istimewa
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama para menteri ekonomi beserta petinggi badan dan lembaga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Senin (16/12/2024). / dok. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Vietnam resmi memperpanjang kebijakan pengurangan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 10% menjadi 8% hingga akhir Juni 2025. Sementara itu, pemerintah Indonesia akan menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu tidak menampik bahwa tarif PPN di Indonesia lebih tinggi dari Vietnam. Kendati demikian, dia menggarisbawahi bahwa besaran insentif perpajakan di Indonesia jauh lebih besar daripada Vietnam.

"Bahan makanan, Vietnam itu pajaknya 5%, kita 0%. Jadi kalau ditanya insentif perpajakan, apalagi insentif PPN khususnya ya, itu Indonesia jauh lebih generous [dermawan] dibandingkan dengan Vietnam," jelas Febrio di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).

Oleh sebab itu, dia menenkankan penting melihat kebijakan perpajakan suatu negara secara keseluruhan. Menurutnya, Vietnam memperpanjang kebijakan penurunan PPN-nya karena kondisi perekonomiannya yang memerlukan itu.

Febrio mencontohkan, meski PPN tetap naik dari 11% menjadi 12% di Indonesia namun pemerintah juga telah mengalokasikan Rp265,6 triliun untuk insentif PPN pada 2025.

Perinciannya Rp77,1 triliun untuk pembebasan PPN bahan makanan, Rp61,2 triliun untuk insentif pendukung UMKM, Rp34,4 triliun untuk pembebasan PPN sektor transportasi, Rp30,8 triliun untuk pembebasan PPN atas jasa pendidikan dan kesehatan, serta Rp27,9 triliun untuk pembebasan PPN atas jasa keuangan dan asuransi.

"Rp265,6 triliun PPN dibebaskan itulah keadilan," kata Febrio.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan penerimaan perpajakan sangat diperlukan untuk biaya berbagai program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Akibatnya, PPN harus tetap naik.

Hanya saja, sebagai mengkompensasi, pemerintah keluarkan belasan kebijakan insentif fiskal agar kenaikan PPN tidak memberi dampak negatif ke masyarakat.

"Paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha—utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, dan ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat," ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).

Berikut Daftar Skema Insentif Fiskal 2025:

1. Beras, daging, telur, sayur, buah-buahan, garam, gula konsumsi, tetap bebas PPN.

2. Jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa transportasi publik tetap bebas PPN.

3. MinyakKita, tepung terigu, gula industri tetap 11% (1% ditanggung pemerintah).

4. PPh Final 0,5% diperpanjang hingga 2025.

5. PPh Pasal 21 karyawan industri padat karya yang bergaji sampai dengan Rp10 juta, ditanggung pemerintah

6. Diskon Listrik 50% untuk pelanggan dengan daya sampai 2.200 VA selama Januari—Februari 2025

7. Bantuan pangan/beras tiap keluarga 10 kg untuk 16 juta kader pembangunan manusia (KPM) selama Januari—Februari 2025

8. Diskon PPN 100% sampai dengan Rp2 miliar untuk pembelian rumah dengan harga maksimal Rp5 miliar

9. Pekerja yang mengalami PHK akan diberikan kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan dan kartu prakerja.

10. Subsidi bunga 5% revitalisasi mesin untuk produktivitas di sektor padat karya.

11. Bantuan 50% untuk jaminan kecelakaan kerja sektor padat karya selama 6 bulan. 

12. Kendaraan listrik berbasis baterai, PPnBM DTP 15% untuk KBLBB CKD dan CBU (kendaraan bermotor listrik berbasis baterai yang diimpor dalam keadaan utuh dan dalam keadaan terurai lengkap)

13. PPN ditanggung pemerintah (DTP) 10% KBLBB CKD

14. Bea masuk nol untuk KBLBB CBU.

15. PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah) DTP 3% kendaraan listrik hybrid. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper