Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sumba Barat Daya Punya Potensi Kopi, Ini 4 Rekomendasi LIPI

Kopi dari Sumba Barat Daya dinilai berpotensi menjadi komoditas andalan bahkan menghasilkan pundi devisi. Akan tetapi, agroindustri ini menghadapi sejumlah tantangan. Apa rekomendasi LIPI?
Potensi kopi robusta sebagai sumber pandapatan petani sebaiknya dikuatkan melalui rencana strategis peningkatan produktivitas yang melibatkan berbagai sektor. /LIPI
Potensi kopi robusta sebagai sumber pandapatan petani sebaiknya dikuatkan melalui rencana strategis peningkatan produktivitas yang melibatkan berbagai sektor. /LIPI

Bisnis.com, JAKARTA - Kopi dari Sumba Barat Daya dinilai berpotensi menjadi komoditas andalan bahkan menghasilkan pundi devisi. Akan tetapi, agroindustri ini menghadapi sejumlah tantangan. Apa rekomendasi LIPI?

Deputi Bidang Jasa Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mego Pinandito mengatakan upaya institusinya untuk mewujudkan penguatan usaha kopi berkelanjutan di Sumba Barat Daya sesuai dengan visi misi Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional mengenai pengembangan komoditas kopi.

“Hal tersebut tentunya bermuara pada tercapainya kopi sebagai salah satu komoditas penghasil devisa negara, sekaligus sebagai sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja, dan jembatan bagi peningkatan daya saing daerah,” jelas Mego seperti dikutip dari keterangan pers LIPI, Kamis (24/12/2020).

Mego menyampaikan pentingnya pembangunan berbasis ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi dalam pengelolaan sumber daya daerah. “Kajian-kajian yang berlandaskan pemikiran akademis akan menjadi pemandu bagi perancangan pembangunan khususnya pembangunan daerah di Sumba Barat Daya.

Mego menyebut tata kelola pembangunan tidak dapat hanya mengandalkan sumber daya alam. Penguatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan kebutuhan mutlak demi menciptakan inovasi yang mampu meningkatkan nilai tambah hasil-hasil alam. “Kita harus bergeser pada pembangunan yang berbasis ilmu pengetahuan, teknologi serta inovasi,” paparnya.

“Artinya bahwa bagaimana strategi pengelolaan sumber daya alam harus sarat akan muatan iptek dan inovasi. Sehingga, akan diperoleh nilai tambah yang lebih tinggi agar diperoleh hasil yang lebih bermanfaat. Dan yang terpenting adalah pengelolaan yang mementingkan kesejahteraan masyarakat,” sambung Mego.

Dirinya pun menekankan bahwa mengingat 95 persen penyumbang produk hasil kopi berasal dari perkebunan rakyat, segala kebijakan dan strategi pembangunan haruslah ditujukan demi kesejahteraan petani kopi lokal. “Apapun strategi yang diambil seharusnya lah memastikan petani memperoleh manfaat layak dan berkelanjutan,” tegas Mego.

Terkait hal ini, Kepala Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Inovasi LIPI, Dudi Hidayat menyampaikan kolaborasi produktif antara pihaknya dan Pusat Penelitian Teknologi Tepat Guna LIPI di Sumba Barat Daya mencakup penelitian kuantitatif dan kualitatif, sekaligus upaya menemukan solusi atas permasalahan lokal.

“Kami menganalisis baik secara kuantitatif dan kualitatif permasalahan industri kopi dan mencari solusi terkait pengembangan industri kopi demi kemajuan pembangunan di Sumba Barat Daya,” tuturnya.

Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Inovasi LIPI, Febtri Wijayanti menerangkan kebun tradisional petani merupakan penghasil kopi robusta terpenting di Sumba yang dikelola dalam sistem agroforestri bersama dengan berbagai jenis tanaman yang lain, namun belum menerapkan teknologi budidaya yang baik.

“Produktivitas kopi per pohon tergolong rendah karena didominasi oleh tanaman tua dengan produktivitas kopi per pohon di bawah rata-rata produktivitas nasional,” jelasnya. Menurutnya, potensi kopi robusta sebagai sumber pandapatan petani sebaiknya dikuatkan melalui rencana strategis peningkatan produktivitas yang melibatkan berbagai sektor.

Data hasil penelitian Febtri menunjukkan 93,1 persen tanaman kopi di Desa Laga Lete yang dimiliki petani berusia lebih dari 20 tahun dengan presentase produktivitas hanya sebesar 23,55 persen. Di sisi lain, 50,6 persen petani kopi mengakui bahwa dari jumlah pohon yang ada di kebun, hanya 50 persen yang produktif.

“Ada indikasi masalah dalam pengelolaan kebun, di antaranya diakibatkan oleh umur pohon yang tua dan rendahnya upaya pemeliharaan. Jika dilakukan proses peremajaan, dengan asumsi produktivitas per hektar dapat mencapai 0,8 ton, akan dicapai pendapatan optimal hingga 40% dari garis kemiskinan,” ungkapnya.

Berdasarkan penelitiannya, Febtri menyampaikan empat rekomendasi kebijakan.

Pertama, peningkatan produktivitas pohon kopi robusta di kebun petani perlu dilakukan dengan menerapkan prinsip teknologi budidaya kopi yang baik;

Kedua, peningkatan produktivitas pohon kopi robusta juga dilakukan melalui peremajaan vegetatif dengan mengganti tanaman tidak produktif dengan bibit unggul tersertifikasi;

Ketiga, pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bidang Perkebunan perlu memiliki infrastruktur kebun pembibitan berlokasi di Bandung dan dikelola secara berkelanjutan;

Keempat, penguatan adopsi teknologi budidaya kopi oleh petani dalam rangka peningkatan produktivitas dilaksanakan melalui pendampingan teknis dan penguatan usaha kopi tani serta kelembagaan petani kopi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper