Bisnis.com, JAKARTA – Perluasan kerja sama perdagangan yang tertuang dalam Protokol Pertama untuk Mengubah Persetujuan tentang Asean-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) diperkirakan bakal mengerek ekspor sektor jasa Indonesia ke Jepang.
Sejauh ini, pemerintah tengah meminta restu kepada DPR RI untuk pengesahan protokol perubahan tersebut melalui mekanisme Peraturan Presiden (Perpres).
Perjanjian ini telah diratifikasi Indonesia sejak 2009 melalui pengesahan Perpres Nomor 50 Tahun 2009, AJCEP sebelumnya hanya mencakup perdagangan barang antara negara-negara Asean dan Jepang.
Namun mulai 2018, para negara anggota telah menyepakati penambahan bab mengenai investasi, perdagangan jasa, dan dan pergerakan orang (movement of natural persons/MNP).
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan implementasi dari tambahan bab-bab baru tersebut telah mulai berlaku sejak 1 Agustus 2020 menyusul rampungnya proses ratifikasi oleh Singapura, Thailand, Laos, Myanmar, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Jepang.
Kendati demikian, Indonesia dan beberapa negara Asean lain belum bisa langsung mengeksekusi ketentuan baru ini karena proses ratifikasi yang belum selesai.
Baca Juga
“AJCEP menjadi salah satu perjanjian yang perlu diimplementasikan segera agar pelaku usaha bisa memanfaatkannya untuk perdagangan dan investasi,” kata Agus dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Selasa (8/12/2020).
Agus menjelaskan bahwa implementasi dari AJCEP dapat mengerek ekspor sektor jasa Indonesia ke Jepang dalam lima tahun ke depan. Dari total perdagangan jasa kedua negara, dia menyebutkan Indonesia baru mengekspor sekitar 44 persen sementara 56 persen sisanya merupakan impor jasa dari Negeri Sakura.
“Indonesia masih mengimpor sektor jasa telekomunikasi, komputer dan informasi serta sektor jasa keuangan dari Jepang, di mana sektor-sektor jasa yang disediakan Jepang tersebut memang terbilang cukup memiliki daya saing yang tinggi,” ujar Agus.
Meski demikian, komitmen Jepang untuk lebih terbuka dalam membuka pasar jasanya disebut Agus bisa mejadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor.
Jepang tercatat berkomitmen membuka akses terhadap 12 sektor jasa yang terdiri atas 147 subsektor. Sebaliknya, komitmen Indonesia hanya mencakup 11 sektor jasa atau 48 subsektor.
“Akademisi memperkirakan secara kumulatif nilai ekspor jasa Indonesia akan meningkat, terutama di sektor transportasi udara dan laut serta sektor pendukung seperti asuransi dan konstruksi,” lanjutnya.
Potensi kenaikan ekspor jasa Indonesia ke Jepang pun ditaksir meningkat dari US$629,8 juta pada 2020 menjadi US$891,8 juta pada 2025.
Sementara tanpa AJCEP, kenaikan ekspor pada hanya akan mencapai US$831,6 juta. Selain itu, impor jasa dari Jepang pun diperkirakan akan melampaui ekspor Indonesia jika amandemen AJCEP tidak diimplementasi.
“Impor sektor jasa selama 2020-2025 akan meningkat dengan nilai US$864,6 juta atau lebih kecil dari kenaikan ekspor. Namun jika tanpa AJCEP impor akan melampaui jumlah ekspor,” kata Agus.
Selain pertumbuhan ekspor jasa, Agus pun menyampaikan bahwa implementasi protokol perubahan AJCEP dapat mendongkrak investasi dari Jepang sebesar 3-5 persen sampai 2024 berdasarkan kajian prognosis.
Nilai investasi diproyeksikan mencapai US$6,25 miliar pada tahun tersebut. Investasi Jepang sendiri sempat mencapai level tertinggi pada 2016 dengan nilai US$5,4 miliar.