Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pelaku usaha meminta kebijakan pemerintah menetapkan pelarangan angkutan mobil barang yang "Over Dimension and Over Load" (ODOL) ditunda pelaksanaannya hingga 2025.
Pada Webinar Telaah Kritis Regulasi ODOL, Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Widodo Santoso, mengatakan penerapan Zero ODOL ini akan sulit dilaksanakan pada 2023 karena di masa pandemik COVID-19 telah membuat perekonomian Indonesia mundur dalam 1,5 tahun ini.
"Pandemik memukul perekonomian Indonesia, tak terkecuali dunia industri. Hal itu mengingat dunia industri memerlukan tenggat waktu dan investasi besar untuk mempersiapkan jenis-jenis truk angkutan baru untuk kebutuhan logistik," ucapnya dikutip dari Antara.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan pelarangan angkutan mobil barang yang ODOL yang direalisasikan melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 21 Tahun 2019 mengenai Pengawasan terhadap Mobil Barang atas Pelanggaran Muatan Lebih (Over Loading) atau Pelanggaran Ukuran Lebih (Over Dimension) dan berlaku penuh mulai awal 2023.
“Kami sudah sangat terpuruk. Karenanya, kami usul kalau bisa kebijakan Zero ODOL ini diundur hingga Januari 2025,” ujarnya.
Widodo mengatakan kalau kebijakan Zero ODOL dipaksakan pada awal 2023, malah akan menyebabkan kontraproduktif dengan rencana pemerintah menurunkan biaya logistik menjadi 17 persen dari PDB. Saat ini biaya logistik di Indonesia masih mencapai 24 persen dari PDB.
Dia juga mengatakan tidak mungkin di masa industri tengah terpuruk saat ini, masih dibebani lagi dengan kebijakan Zero ODOL yang harus menyediakan investasi untuk membeli ribuan truk baru.
“Siapa yang mau investasi dalam masa pandemik seperti ini. Kami bukannya tidak mendukung kebijakan Zero ODOL ini, tapi kami hanya meminta untuk ditunda dulu hingga industri betul-betul bangkit kembali setelah pandemik berakhir," katanya.
"Kami juga berharap kebijakan Zero ODOL ini dibuat betul-betul komprehensif sehingga kami bisa melakukan kegiatan dengan baik dan efisien," tukasnya menambahkan.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Rachmat Hidayat, yang juga meminta agar kebijakan Zero ODOL ini bisa ditunda hingga 2025.
Dia juga meminta agar dalam masalah penegakan hukum dalam masa penerapan Zero ODOL itu, pemerintah lebih mengutamakan pembinaan dan bukan penerapan sanksi.
"Jangan sampai adanya penegakan hukum yang dibuat dalam kebijakan Zero ODOL ini, kontradiktif dengan apa yang dilakukan pemerintah saat ini dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang ingin mengundang investasi sebanyak-banyaknya ke Indonesia," tuturnya.
Sementara itu, Boycke Garda Aria dari Asosiasi Pengusaha Pupuk Indonesia (APPI) menyampaikan sudah mengaplikasikan kebijakan Zero ODOL mulai tahun ini.
Tapi dalam pelaksanaannya, kata dia, ada tantangan yang dihadapi dari pemerintah sendiri, dalam hal ini Kementerian Perdagangan.
Dan dalam Permendag Nomor 15 tahun 2013, Perusahaan Pupuk diwajibkan menyediakan stok sebanyak tiga pekan untuk setiap kabupaten seluruh Indonesia atau sekitar 1,5 juta ton.
"Dengan kebijakan Zero ODOL ini, apalagi saat musim tanam sekarang ini, kami kesulitan dalam memenuhi stok minimal yang ditentukan Kemendag itu," katanya.