Bisnis.com, JAKARTA - Relokasi industri alas kaki dari Jawa Barat dan Banten ke Jawa Tengah akan rampung pada 2021. Namun, tidak ada pabrikan pindah fasilitas produksi ke Kawasan Industri (KI) Batang, Jawa Tengah.
Direktur Eksekuti Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie menilai ketiadaan pabrikan alas kaki yang relokasi ke Kawasan Industri Batang itu karena ketidakcocokan momentum antara pembukaan KI Batang dan rencana relokasi pabrikan. Sementara itu investasi baru oleh pabrikan eksisting pada 2021 akan dialokasikan untuk penambahan kapasitas terpasang alih-alih membangun pabrik di KI Batang.
"Kalau daya tariknya sangat menarik. Dengan harga segitu, kemudian akses infrastrukturnya, dekat dengan tol, dekat dengan pelabuhan dan bandara internasional. Saya rasa menarik, cuma momentum saja kemarin," kata Firman Bakrie kepada Bisnis, Rabu (2/12/2020).
Firman mengatakan kawasan industri yang menjadi pertimbangan pabrikan di Jawa Tengah saat penggodokan rencana relokasi tersebut adalah KI Kendal. Namun, karena harga lahan yang mahal, pabrikan memutuskan untuk membeli lahan sendiri di luar KI.
Alhasil, saat ini pabrikan alas kaki yang melakukan relokasi tersebar di Salatiga, Temanggung, Jepara, Sragen, dan Pekalongan. Selain harga lahan, industri alas kaki membutuhkan luas lahan yang tidak sedikit.
Menurutnya, mencari lahan 30-40 hektar juga tidak gampang. "Lahan di kawasan industri [saat itu] tidak ada, [sedangkan] di kawasan industri Kendal mahal."
Baca Juga
Sejak pertengahan tahun lalu, ada sekitar 30 pabrik sepatu relokasi ke Jawa Tengah. Tren relokasi pun diprediksi masih akan berlanjut usai kondisi normal ke depan. Firman mengatakan sebagian besar pabrik yang pindah itu dari Banten. Sebagian kecil lagi dari kawasan Jawa Barat dan Jawa Timur.
Relokasi terbaru dilakukan oleh PT Shyang Yao Fung yang merupakan pabrikan mitra Adidas dari Banten ke daerah Brebes, Jawa Tengah, menyusul 25 pabrikan sebelumnya. Imbasnya, Shyang Yao harus melakukan PHK 2.500 karyawan untuk mengimplementasikan rencana relokasinya ini.
“[Relokasi dilakukan] sehingga industri kita bisa berdaya saing di tingkat global, terutama pesaing kita Vietnam dan China. Kalau pakai UMK [Upah Minimum Kabupaten] Banten dan UMSK, kami jadi tidak kompetitif,” ujarnya.
Firman mengatakan relokasi tersebut akan dilanjutkan dengan ekspansi hingga tiga kali dari kapasitas saat pindah. Adapun, potensi adanya relokasi pada tahun depan ke Jawa Tengah dari dalam dan luar negeri masih ada.
Firman berujar timbulnya kompetisi tidak sehat akibat relokasi tersebut sangat minim. Hal tersebut dikarenakan pabrikan yang melakukan relokasi merupakan pabrikan multinasional. Firman menyatakan relokasi pabrikan alas kaki tersebut juga akan menumbuhkan industri pendukung di Jawa Tengah.