Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja ekspor produk kimia yang terganjal trade remedies di negara tujuan ekspor dipastikan bakal terganggu.
Namun, dampak yang masif dinilai bisa diminimalisir jika pelaku usaha bekerjasama dengan otoritas negara penuduh dalam proses penyelidikan.
Rafika Arfani, perwakilan Direktorat Pengamanan Perdagangan Kemendag mengemukakan pengenaan bea masuk tambahan kerap mengakibatkan penurunan ekspor produk kimia. Kendati demikian, besaran dampak akan amat tergantung pada jenis produk dan besaran tarif tambahan.
“Untuk produk dengan margin profit yang kecil, bahkan tambahan tarif yang rendah pun akan sangat memengaruhi. Namun hal berbeda bisa dirasakan oleh produk dengan margin profit yang besar. Biasanya tetap bisa ekspor meski ada penurunan,” kata Rafika, Senin (23/11/2020).
Oleh karena itu, dia memberi catatan kepada pelaku usaha untuk kooperatif dengan stakeholder terkait guna mengoptimalisasi proses pembelaan. Dengan demikian, meski trade remedies diberlakukan, terdapat peluang tarif yang diganjar lebih rendah dibandingkan pesaing lainnya.
“Sangat penting untuk kooperatif, dengan demikian ada kesempatan untuk pembelaan sehingga tarifnya pun bisa diminimalisir,” lanjutnya.
Baca Juga
Sementara itu, trade lawyer dari JWK Law Office Joseph Wira Koesnaidi menyebutkan distorsi pasar biasanya telah dirasakan oleh eksportir bahkan saat penyelidikan masih berjalan.
Dalam berbagai kasus, otoritas di negara penuduh biasanya akan memberlakukan provisional duty atau tarif sementara sebagai bantuan bagi industri domestik yang telah terdampak besarnya impor produk serupa.
“Dalam kasus penyelidikan dalam tahap inisiasi, importir sudah enggan melakukan pembelian. Sudah terjadi distorsi pasar, apalagi kalau ada provisional measures. Jadi ketika hasil belum ada pun dampaknya pada perdagangan sudah terasa,” kata Joseph.
Dia mengemukakan langkah hukum menghadapi trade remedies kerap menjadi perkara dilematis bagi perusahaan. Pasalnya, ada pertimbangan biaya proses hukum dan nilai ekspor yang diperjuangkan.
“Namun yang harus diperhatikan adalah akses pasar untuk masa mendatang. Jika perusahaan kooperatif dalam penyelidikan, bukan tak mungkin akan menjadi blessing in disguise, apalagi jika produk Indonesia dikenai tarif tambahan yang lebih rendah dibandingkan dengan pesaing,” kata dia.