Bisnis.com, JAKARTA – Implementasi kerja sama Regional Comprehensive Economics Partnership (RCEP) masih memerlukan waktu.
Direktur Jenderal Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Iman Pambagyo mengatakan implementasi RCEP menanti sejumlah persyaratan teknis rampung, yakni proses ratifikasi dan penyampaian notifikasi oleh negara anggota kerja sama.
"Implementasi setelah 90 hari persiapan ratifikasi. Setelah itu, ketika 6 negara Asean + 3 negara partner Asean menyampaikan notifikasi ke depository sekretariat Asean bahwa ratifikasi sudah rampung, barulah masing-masing negara yang sudah menyampaikan notif tersebut melaksanakan komitmen," ujar Iman dalam konferensi pers virtual, Minggu (15/11/2020).
Kemudian, lanjutnya, bagi negara-negara lain yang belum menyampaikan notifikasi ratifikasi, juga akan menjalankan implementasi setelah notifikasi disampaikan.
Selain kedua hal tersebut, implementasi RCEP menanti proses pembahasan aturan terkait di DPR RI. Ia memperkirakan kerja sama tersebut terimplementasi pada semester II/2021.
Menurut Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, efek berlanjut atau spill over effect dari implementasi kerja sama Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) diprediksi meningkatkan ekspor Indonesia ke dunia sebesar 7,2 persen dalam kurun waktu 5 tahun
Baca Juga
Agus mengatakan potensi peningkatan nilai ekspor tersebut merupakan perluasan peran Indonesia akibat adanya spill over effect, baik dari negara anggota RCEP maupun bukan.
"Melalui RCEP, Indonesia bisa menikmati spill over effect dari negara anggota maupun tidak. Perluasan peran malaui global suplai chain dari spill over effect tersebut berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia ke dunia sebesar 7,2 persen," ujar Agus dalam konferensi pers virtual, Minggu (15/11/2020).
Dengan demikian, lanjutnya, perundingan RCEP diharapkan dapat menjadi katalis bagi Indonesia untuk memasuki mata rantai global secara lebih dalam sehingga mampu membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19.
Menurutnya, hal tersebut dapat terwujud seiring dengan dijadikannya program penguatan daya saing sebagai agenda tetap di semua hal yang terkait dengan sektor perekonomian, mulai dari barang dan jasa, korporasi besar dan kecil (UMKM), hingga pemerintah dan swasta.