Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai hasil sementara Pilpres AS 2020 yang menunjukkan persaingan ketat antara Donald Trump dan Joe Biden berpotensi memicu kekhawatiran investor, karena ekspektasi pasar cenderung memilih Joe Biden.
“Kalau Trump menang, ada potensi risiko sentimen akan kembali meningkat lagi sehingga cenderung akan pegang safe heaven aset dulu yakni dolar AS,” Josua Pardede dihubungi di Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Menurut dia, dengan kondisi seperti itu akan mendorong permintaan terhadap dolar meningkat, sehingga membuat dolar AS menguat.
Dampaknya, lanjut dia, nilai tukar mata uang negara berkembang akan melemah termasuk pasar keuangan yang berpotensi terkoreksi.
“Sehingga investor memilih memegang dolar, sehingga permintaan dolar AS meningkat, akhirnya semua mata uang di Asia relatif akan cenderung melemah dan pasar keuangan berpotensi terkoreksi kalau seandainya tidak sesuai harapan pasar.”
Bersaing Ketat
Baca Juga
Persaingan ketat pada penghitungan suara Trump dan Biden itu, lanjut dia, sudah menimbulkan respons beragam pelaku pasar yakni menguatnya dolar AS dan sebagian pasar saham terkoreksi, begitu juga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menurun 1,05 persen ke level 5.105 atau turun 54,25 poin.
“Lalu pasar saham Eropa siang dibuka cenderung melemah, sehingga ini responsnya agak beragam dan mata uang cenderung melemah meski rupiah ditutup menguat tapi keseluruhan Asia mata uangnya melemah,” katanya.
Josua mengatakan, pelaku pasar keuangan global lebih memilih Joe Biden karena kebijakannya dinilai lebih antisipatif dibandingkan Trump yang cenderung diwarnai ketidakpastian dan banyak kejutan.
Selain itu, stimulus lebih besar yang diinginkan partai pengusung Biden juga dinilai akan mendorong likuiditas dolar di pasar keuangan global sehingga mendukung potensi penguatan mata uang negara berkembang dan dampaknya aliran modal asing masuk ke negara berkembang.
“Biden dianggap cenderung lebih baik secara umum dalam menjaga stabilitas pasar keuangan dan mempercepat pemulihan ekonomi global dan di AS dengan jumlah stimulus yang besar itu, beda dengan Biden, Trump penuh ketidakpastian, mungkin itu yang kurang disukai pasar,” pungkasnya.