Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan bahwa sekitar 15 gigawatt rencana tambahan pembangkit listrik berpotensi dikeluarkan dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021—2030.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu memaparkan bahwa total rencana penambahan pembangkit selama 10 tahun dalam RUPTL 2019—2028 mencapai 56,4 GW. Namun, dalam revisi RUPTL tahun depan, jumlah kapasitas pembangkit tersebut berpotensi dikurangi.
"Kelihatannya dikoreksi ya, angka ini [56,4 GW]. Untuk hitungan sementara memang ada sekitar 15 GW harus dimundurkan beyond 2030. Namun, seperti apa sebarannya per tahun itu masih kami diskusikan dan turunnya 15 GW ini pun kami berharap jangan terlalu besar begitu ya, karena akhir-akhir ini sudah mulai terlihat menggeliat demand, terutama di Jawa dan Bali," ujar Jisman seminar digital Hari Listrik Nasional Ke-75, Rabu (4/11/2020).
Dalam revisi jumlah tambahan pembangkit tersebut, jenis pembangkit energi terbarukan (EBT) juga termasuk yang dikurangi jumlahnya dari semula 16,7 GW menjadi sekitar 14,4 GW. Meski demikian, Jisman memastikan bahwa pemerintah masih berkomitmen untuk mencapai target porsi EBT 23 persen dalam bauran energi pada 2025.
Sementara itu, untuk program 35.000 MW, kata Jisman, penyelesaiannya akan membutuhkan tambahan waktu mengingat permintaan listrik PLN turun akibat pandemi Covid-19.
Dia menyebutkan bahwa nantinya akan ada penyesuaian pengerjaan proyek 35.000 MW dalam RUPTL 2021—2030.
Baca Juga
Hingga September 2020, proyek 35.000 MW yang telah beroperasi komersial mencapai 8.406 MW atau 24 persen. Sebanyak 54 persen atau 19.053 MW masih dalam tahap kontruksi dan 6.528 MW (18 persen) sudah kontrak belum konstruksi, sedangkan 839 MW (2 persen) dalam tahap pengadaan dan 724 MW (2 persen) dalam tahap perencanaan.
"Yang masih pengadaan dan perencanaan ini memang melihat situasi demand yang ada sekarang," kata Jisman.
Kementerian ESDM memutuskan untuk tidak merilis RUPTL 2020—2029 dan tengah membahas secara intensif RUPTL 2021—2030 dengan PT PLN (Persero). Sejumlah asumsi akan disesuaikan dengan perkembangan terakhir permintaan listrik.
"Kemarin coba buat RUPTL 2020—2029, tapi pimpinan melihat sudah tanggung bulannya dan memang terus terang demand PLN sudah agak menggeliat, terutama di Jawa-Bali. Jadi, nanti akan menggunakan data terakhir yang mungkin tidak menggunakan asumsi yang lama," ujar Jisman.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, konsumsi listrik sampai dengan September 2020 hanya tumbuh 0,61 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.