Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investasi Mamin Tumbuh 14 Persen, Gapmmi : Tahun Depan Makin Meninggi

Investasi pada industri makanan dan minuman (mamin) dinilai akan semakin meninggi pada 2021. Pasalnya, realisasi pertumbuhan investasi pada industri mamin tetap tinggi selama pandemi Covid-19.
Mondelez International adalah grup pabrikan minuman, biskuit dan kue kering, cokelat, permen karet, hingga makanan camilan. Salah satu merek produk yang cukup dikenal ada Oreo. /Modelez
Mondelez International adalah grup pabrikan minuman, biskuit dan kue kering, cokelat, permen karet, hingga makanan camilan. Salah satu merek produk yang cukup dikenal ada Oreo. /Modelez

Bisnis.com, JAKARTA - Investasi pada industri makanan dan minuman (mamin) dinilai akan semakin meninggi pada 2021. Pasalnya, realisasi pertumbuhan investasi pada industri mamin tetap tinggi selama pandemi Covid-19.

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mendata investasi pada industri mamin tumbuh sekitar 14 persen pada Januari-September 2020 secara tahunan. Adapun, total nilai investasi yang masuk ke sektor manufaktur hingga akhir kuartal III/2020 mencapai Rp139,6 triliun.

"[Industri mamin] menduduki rangking 7 dari semua investasi [berdasarkan sektor]. Menurut saya, prospek 2021 pasti akan lebih baik karena [investasi pada] 2020 dalam kondisi sulit saja investor [masih ada]," kata Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman kepada Bisnis, Selasa (3/11/2020).

Adhi menilai pertumbuhan nilai investasi pada 2021 akan lebih besar dari 14 persen. Pasalnya, ujar Adhi, peluang investasi di industri mamin masih sangat luas, khususnya pada industri hulu.

Adhi mencatat beberapa sektor dengan peluang investasi cukup besar adalah industri bahan baku seperti gula, susu sapi, dan buah-buahan. "Karena kami masih banyak impor [produk tersebut], saya pikir kalau investor mau masuk peluangnya cukup besar."

Di sisi lain, Adhi menilai pemilihan umum presiden Amerika Serikat yang akan dilaksanakan besok, Rabu (4/11/2020) tidak akan berpengaruh banyak pada industri mamin nasional. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh karakteristik hubungan dagang Indonesia-Amerika Serikat yang komplementer.

Adhi menilai hubungan dagang antara Indonesia-Amerika Serikat tidak akan berubah banyak dengan terpilihnya presiden baru. Pasalnya, kepala negara hanya satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut.

Adhi mencontohkan terkait kembali masuknya Indonesia dalam daftar Generalized System of Preferences (GSP). Artinya, tarif yang dikenakan oleh produk Indonesia yang masuk ke Amerika Serikat tetap rendah.

Seperti diketahui, Presiden Trump sebelumnya mengancam untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar GSP pada 2018.

"Kalau saya lihat dari perjalanan itu, mau siapapun presidennya, kelihatannya tidak bisa dipastikan apakah menguntungkan atau merugikan [bagi industri mamin nasional]," ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper