Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Ciptaker Amanatkan Pembentukan SWF, Belajar dari Kasus Korupsi 1MBD

Salah satu SWF dari Negeri Jiran, yakni 1Malaysia Development Berhad (1MBD), terseret kasus mega korupsi, sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi Indonesia.
Karyawan menghitung uang dolar di gerai penukaran mata uang asing Ayu Masagung, Jakarta, Senin (18/5/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada penutupan perdagangan Senin (18/5) sebesar 10 poin atau 0,07  persen ke level Rp Rp14.850 per dolar AS. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Karyawan menghitung uang dolar di gerai penukaran mata uang asing Ayu Masagung, Jakarta, Senin (18/5/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada penutupan perdagangan Senin (18/5) sebesar 10 poin atau 0,07 persen ke level Rp Rp14.850 per dolar AS. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA - Melalui Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah menghidupkan kembali lembaga pengelola investasi (LPI) atau sovereign wealth fund (SWF). Akan tetapi keberadaannya diragukan.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko listiyanto mengatakan bahwa negara tetangga yaitu Malaysia memiliki dua LPI. Satunya adalah 1Malaysia Development Berhad (1MBD) yang mengalami skandal mega korupsi.

Padahal, Malaysia kondsinya berada di posisi 25 dari sisi peringkat pilar institusi, sedangkan Indonesia di urutan 50.

“Dengan posisi Malaysia yang lebih baik dari Indonesia, institusi yang seperti itu saja kebobolan. Bagaimana Indonesia yang rentan korupsi. Tapi memang kita tidak berharap itu terjadi,” katanya melalui diskusi virtual, Senin (2/11/2020).

Eko menjelaskan bahwa negara asing memang melirik Indonesia karena dari sisi investasi bagus. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah kesiapan LPI dalam mengelola dana dengan baik dan produktif.

1MBD yang sudah 12 tahun berdiri saja mengalami kerugian besar. Eko khawatir LPI tidak sanggup dan mengalami kejadian serupa.

Alasannya LPI harus dilakukan dengan disiplin yang tinggi. Oleh karena itu, Eko pesimistis LPI bisa berhasil dengan kondisi sekarang.

“Karena nanti aspeknya pemeritah lebih melihat dana dari luar negeri itu banyak yang masuk yang kalau tidak disambut mubazir, tapi kalau dengan LPI lebih sayang lagi. Karena kalau tidak terkelola dengan baik akan rugi. Mereka nanti menuntutnya ke lembaga,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper