Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah mengebut penyusunan aturan turunan dari UU Cipta Kerja, termasuk tentang Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) yang diharapkan mulai berjalan bulan depan.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan Lembaga Pengelola Investasi ini nantinya akan mengelola dana dari sejumlah lembaga keuangan baik dalam maupun luar negeri. Dana investasi tersebut, salah satunya bisa digunakan untuk membangun ibu kota baru.
"Kemudian, mereka akan melihat potensi investasi, salah satu di antaranya ibu kota baru," kata Bahlil dalam konferensi pers daring, Kamis (8/10/2020) malam.
Begitu SWF mengelola dana investasi yang masuk, maka mereka akan mencatatkan investasinya di BKPM yang mengelola perizinan investasi. Dengan demikian, Bahlil mengatakan peran antara SWF dan BKPM sama sekali berbeda dan tidak ada kewenangan yang diambil dengan pembentukan lembaga pengelola investasi itu.
"Kewenangan BKPM tidak terambil sedikit pun. Mereka (SWF) semacam lembaga keuangan, lembaga pengelola investasi. Dan, ketika mereka mau eksekusi kegiatan mereka di lapangan, mereka buat JV (joint venture) atau perusahaan. Daftar di BKPM, dan dicatat," tuturnya.
Jika sumber dananya dari asing, maka nantinya investasi akan tercatat sebagai penanaman modal asing (PMA). Demikian pula jika dana investasi dari dalam negeri maka akan tercatat sebagai penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Baca Juga
Proyek investasinya yang disasar pun bervariasi mulai dari infrastruktur, pengembangan ibu kota baru atau sektor energi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penyertaan modal untuk LPI atau SWF mencapai Rp75 triliun yang bersumber dari aset negara, aset BUMN, dan sumber lainnya.
"Dalam PP-nya mengatur mengenai LPI ini dengan untuk penyertaan modalnya di mana kita berharap nilainya bisa akan mencapai Rp75 triliun atau sekitar 5 miliar dolar AS," katanya.
Sri Mulyani menuturkan melalui ekuitas tersebut maka pemerintah berharap dapat menarik dana investasi mencapai tiga kali lipat yaitu sekitar Rp225 triliun atau 15 miliar dolar AS.
"Saat ini sedang dibuat PP-nya dan Presiden minta PP selesai cepat. Jadi kita lakukan instruksi presiden satu minggu," ujarnya.