Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.59/2020 terkait dengan mekanisme pengajuan dan penyelesaian keberatan, keringanan, dan pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Beleid ini adalah turunan dari Undang-Undang No.9/2018 tentang PNBP. Substansi beleid yang telah diterbitkan beberapa waktu lalu mencakup tiga aspek.
Pertama, tentang pengajuan keberatan. Wajib bayar dapat mengajukan keberatan kepada pemerintah. Permohonan keberatan dapat disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan disertai dokumen pendukung yang lengkap paling lama 3 bulan terhitung sejak tanggal Surat ketetapan PNBP diterbitkan.
Kedua, wajib bayar juga dapat mengajukan keringanan pembayaran PNBP. Keringanan pembayaran ini diberikan dalam hal
keadaan di luar kemampuan wajib bayar seperti kesulitan likuiditas; atau kebijakan pemerintah.
Bentuk relaksasi yang diberikan oleh pemerintah di antaranya penundaan; pengangsuran; pengurangan atau pembebasan.
Baca Juga
Adapun, bentuk keringanan berupa penundaan diberikan maksimal 6 bulan. Apabila melewati tahun anggaran, wajib mendapat persetujuan Menkeu. Relaksasi selanjutnya adalah angsuran maksimal 12 bulan yang diangsur sekali sebulan.
Sementara khusus relaksasi dalam bentuk pengurangan atau pembebasan ditetapkan oleh pimpinan instansi pengelola atau pejabat kuasa pengelola PNBP setelah mendapat persetujuan Menkeu. Jika permohonan disebabkan kesulitan likuiditas, permintaan IP disertai pertimbangan APIP atau Instansi Pemeriksa.
Ketiga, fasilitas pengembalian PNBP. Pengembalian PNBP diberikan kepada wajib bayar dalam hal terjadi kesalahan pembayaran PNBP; kesalahan pemungutan PNBP oleh Instansi Pengelola atau mitra, hasil pemeriksaan Instansi Pemeriksa, dan penetapan pengadilan, penetapan pimpinan Instansi Pengelola, pelayanan yang tidak dipenuhi pemerintah, hingga ketentuan peraturan perundang-undangan.