Bisnis.com, JAKARTA - Seruan melakukan pembangkangan sipil dengan tidak membayar pajak tengah bergaung sebagai bentuk penolakan UU Cipta Kerja.
Seruan ini dimulai ketika dari Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru Haris Azhar dalam semua acara televisi.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menganggap bahwa seruan tersebut merupakan seruan yang salah dan membahayakan negara.
"Mengajak orang tidak bayar pajak, dapat menjerumuskan Republik Indonesia ke jurang kerusakan yang dalam," demikian ungkap Ditjen Pajak dalam artikel yang dikutip Bisnis.
Otoritas pajak menjelaskan kepatuhan pajak Indonesia saat ini relatif masih rendah. Tidak membayar pajak menurut DJP hanya akan menguntungkan orang yang selama ini tidak patuh membayar pajak atau para pengemplang pajak.
Pernyataan terbaru juga disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo.
Baca Juga
"Pembangkangan sipil melalui tak bayar pajak akan efektif jika tingkat kepatuhan pajak tinggi. Tanpa prasyarat itu, pengemplang pajak akan berpesta pora," kata Yustinus di laman Twitter-nya, Selasa (27/10/2020).
DJP juga menjelaskan kepatuhan pajak Indonesia saat ini relatif masih rendah. Tidak membayar pajak, menurut DJP, hanya akan menguntungkan orang yang selama ini tidak patuh membayar pajak atau para pengemplang pajak.
Apalagi saat ini, penerimaan pajak sangat dibutuhkan untuk menutupi anggaran dalam penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang membutuhkan anggaran senilai Rp695,2 triliun untuk tahun 2020 ini.
Penolakan membayar pajak hanya akan memperlebar defisit fiskal dan semakin menekan perekonomian nasional, disamping menimbulkan risiko besar dari sisi kesehatan masyarakat karena tidak tertanganinya pandemi Covid-19 ini dengan baik dan cepat.