Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Ramai-Ramai Boikot Bayar Pajak, DJP: Tindakan Salah dan Berbahaya

Otoritas pajak menganggap bahwa seruan tersebut merupakan seruan yang salah dan dapat menjerumuskan negara ke dalam kerusakan yang dalam.
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersama dengan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersama dengan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Riuh rendah soal melakukan pembangkangan sipil dengan tidak membayar pajak mendapat tanggapan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dikutip dari laman resmi Ditjen Pajak, Senin (26/10/2020), otoritas pajak menganggap bahwa seruan tersebut merupakan seruan yang salah dan membahayakan negara.

"Mengajak orang tidak bayar pajak, dapat menjerumuskan Republik Indonesia ke jurang kerusakan yang dalam," demikian ungkap Ditjen Pajak dalam artikel yang dikutip Bisnis.

Otoritas pajak menjelaskan kepatuhan pajak Indonesia saat ini relatif masih rendah. Tidak membayar pajak menurut DJP hanya akan menguntungkan orang yang selama ini tidak patuh membayar pajak atau para pengemplang pajak.

Apalagi saat ini, penerimaan pajak sangat dibutuhkan untuk menutupi anggaran dalam penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang membutuhkan anggaran senilai Rp695,2 triliun untuk tahun 2020 ini.

Penolakan membayar pajak hanya akan memperlebar defisit fiskal dan semakin menekan perekonomian nasional, disamping menimbulkan risiko besar dari sisi kesehatan masyarakat karena tidak tertanganinya pandemi Covid-19 ini dengan baik dan cepat.

Padahal, konstitusi negara Undang-undang Dasar 1945 dan amandemennya pun mengatur bahwa pajak adalah tulang punggung penerimaan negara.

Pajak berkontribusi lebih dari 75 persen

dari APBN. Bahkan, undang-undang telah menegaskan bahwa rakyat memiliki hak dan kewajiban perpajakan. "Oleh karena itu, masyarakat tentunya perlu menanggapinya dengan hati-hati karena membayar pajak adalah kewajiban sebagai warga negara, siapapun pemerintahannya," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper