Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri kakao semakin mengkhawatirkan produksi kakao nasional yang dalam 10 tahun terakhir semakin melandai.
Wakil Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo) Periode 2012-2019 Sindra Wijaya mengatakan jika dilihat data BPS impor biji kakao tahun lalu 234.000 ton, jumlah impor ini sudah melampaui jumlah produksi kakao nasional yang hanya 217.000 ton. Sementara angka produksi tersebut lebih dari dari tahun sebelumnya atau 2018 yakni 257.258 ton.
"Kapasitas produksi industri kakao tahun ini prediksi saya akan turun sedikit lagi dibanding tahun lalu. Penurunan disebabkan ketersediaan pasokan bahan baku lokal yang semakin turun dan ditambah dengan adanya pandemi Covid-19 menyebabkan proses impor bahan baku agak tersendat," katanya kepada Bisnis, Senin (26/10/2020).
Sindra mengemukakan hal itu mengindikasikan pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian harus segara membuat program nyata untuk mendorong peningkatan produksi kakao secara masif. Jangan lagi Kementan membuat target yang tidak realistis jika tidak ada upaya nyata dan masif dari pemerintah bukan tidak mungkin kakao akan punah dari bumi Nusantara dalam beberapa tahun ke depan.
Menurut Sindra, regulasi kemudahan berusaha sangat baik untuk mendorong peningkatan investasi secara umum, tetapi tidak ada artinya untuk sektor kakao. Hal itu dikarenakan kapasitas terpasang industri yang sudah ada sebesar 800.000 ton saja selama ini belum terpenuhi.
"Sejauh ini tingkat utilisasinya hanya sekitar 55 persen yang paling penting di industri kakao adalah bagaimana meningkatkan produksi dalam negeri di waktu dekat dan mempermudah impor bahan baku. Ini perlu segera dilakukan untuk mencegah industri kakao yang sudah ada di dalam pindah keluar," ujarnya.
Sementara itu, kakao merupakan komoditas pertanian yang strategis bagi Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, 97% dari total produksi nasional kako berasal dari petani skala kecil yang berjumlah 1,7 juta orang.
Indonesia pun pernah tercatat sebagai penghasil kakao terbesar di Asia dan ketiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKI) Lampung Fajar Sasora menilai saat ini produksi kakao sudah turun menjadi enam besar. Pihaknya pun turut berharap ada upaya pemerintah yang masiv untuk meningkatkan produktivitas dan mengembalikan peringkat Tanah Air sebagai tiga besar produsen kakao di dunia.
"Kalau dari petani Covid-19 ini tidak berdampak, petani masih terus mengurus kebunnya tetapi persoalan pendampingan dan penyuluhan pengolahan kakao yang selama ini dibutuhkan hingga pengadaan bibit yang dijanjikan selalu jadi permasalahan," ujar Fajar.
Menurut Fajar, belum lama ini pihaknya juga mendapat kunjungan Kementerian Pertanian untuk pembagian bibit kakao kembali. Pasalnya hanya dengan realisasi program tersebut dia yakin petani mampu meningkatkan produktivitasnya.
Bagi Fajar, kakao masih memiliki prospek menjanjikan di kalangan petani karena harga yang selalu bagus dan mudah terserap pasar.
"Tahun lalu produksinya hanya 200.000-an padahal kebutuhan industri sekitar 800.000-an. Untuk saat ini mau tidak mau memang harus impor guna memenuhi kebutuhan industri tetapi bukan tidak mungkin kita bisa mandiri," ujarnya.