Presiden Jokowi dalam pidatonya pada Sidang Paripurna MPR dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019 menyebutkan bahwa pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua UU undang-undang besar. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja. Kedua, UU Pemberdayaan UMKM. Masing-masing akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu undang-undang yang sekaligus merevisi puluhan regulasi sejenis.
Setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda yang masuk ke pasar kerja sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat mendesak. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi.
Berdasarkan kelompok umur, 56% pengangguran terbuka berumur 15-24 tahun dan 26% pekerja setengah penganggur berumur 25-34 tahun. Mayoritas pengangguran terbuka Indonesia adalah pekerja yang baru masuk ke pasar tenaga kerja dan juga pekerja dengan pendidikan tertinggi SMA. Besarnya penyerapan tenaga kerja di sektor informal terjadi karena banyak hambatan di sektor formal, di antaranya untuk menghindari kekakuan dari UU Ketenagakerjaan.
Pada 2019 dari segi penciptaan lapangan kerja, sektor perdagangan menyerap tambahan 1,5 juta pekerja dan sektor industri manufaktur menyerap tambahan 700.000 pekerja. Pandemi Covid-19 mengubah struktur ekonomi dan membutuhkan penyesuaian agar kita tetap dapat bersaing.
Pada saat yang sama pandemi justru mendorong pemakaian teknologi sehingga banyak yang bekerja dari rumah dan menggunakan sarana online dalam bekerja, berbisnis, berbelanja, belajar, dan lain-lain. Pandemi ini juga mendorong fleksibilitas pada pasar tenaga kerja, di mana pemerintah bersama dengan dunia usaha perlu melakukan pelatihan dan perbaikan keterampilan tenaga kerja yang ada untuk menyiapkan tenaga kerja baru dengan kemampuan dan kapasitas lebih.
Jumlah UMKM di Indonesia pada 2018 sebesar 64,19 juta atau 99% dari seluruh unit usaha, di mana usaha mikro sebesar 63,35 juta atau 98,68% dari total unit usaha. Usaha kecil sebanyak 0,78 juta unit dan usaha menengah sebanyak 0,06 juta unit.
Kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 61,08% dan kontribusi ekspor UMKM terhadap total ekspor non migas sebesar 14,37%. UMKM menyerap 116,9 juta orang tenaga kerja dan kontribusi tenaga kerja UMKM terhadap total tenaga kerja sebesar 97%.
Pemerintah sudah mendukung pengembangan KUMKM selama ini. Contoh, penyediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan KUR Syariah dengan persyaratan ringan dan bunga yang rendah (6%), menurunkan peraturan pajak penghasilan (PPh) final bagi UMKM dari 1% menjadi 0,5%, dukungan pemasaran melalui pelatihan branding produk, fasilitasi pameran produk dan penyediaan platform online untuk pemasaran produk UMKM serta pelatihan teknis, manajemen, dan kewirausahaan.
UMKM dan koperasi dapat terlibat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu pengadaan sampai dengan Rp50 juta, pengadaan langsung secara elektronik untuk pengadaan Rp50 juta—Rp 200 juta dan e-katalog untuk pembelian dengan metode e-purchasing. Sampai dengan 30 Juli 2020, dari total rencana paket pengadaan pemerintah pada 2020 senilai Rp749 triliun, pencadangan untuk UMKM sebesar Rp 307 triliun tetapi baru terealisasi Rp56 triliun.
Di sisi lain, Indeks Kebijakan UMKM Indonesia berada di angka 3,41, masih lebih rendah daripada Malaysia, Singapura, dan Thailand yang sudah lebih dari 5. Kondisi ini menunjukkan masih diperlukan perbaikan yang lebih serius. Paling tidak ada dua permasalahan dalam pengembangan UMKM akibat belum optimalnya peran pemerintah antara lain.
Pertama, UMKM ditangani secara parsial/tidak terpadu oleh 40 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Kedua, UMKM minim pendampingan yang intensif untuk sampai benar-benar mandiri.
Di sisi lain UMKM memiliki keterbatasan dalam pengembangan usaha seperti akses permodalan, akses pasar, kompetensi berusaha, dan keterbatasan akses teknologi serta informasi. Dampak Covid-19 terhadap pelaku UMKM di antaranya penurunan permintaan dan penjualan, penurunan kegiatan sampai dengan penutupan usaha (sementara atau tetap), kesulitan bahan baku, distribusi terhambat, kesulitan arus kas dan kredit bermasalah.
Dampak terhadap lembaga pembiayaan untuk UMKM adalah persoalan likuiditas keuangan dan potensi atau meningkatnya kredit bermasalah.
Adapun dukungan pemerintah terhadap UMKM selama pandemi Covid-19 antara lain dalam bentuk restrukturisasi kredit, kredit modal kerja, bantuan PPh final ditanggung pemerintah, dan membantu pelaku usaha mikro, sekitar 12 juta, yang belum terakses kredit perbankan agar usahanya dapat berjalan kembali dan mampu bertahan.
Dalam kaitan itu pemberdayaan UMKM dan peningkatan peran koperasi dalam UU Cipta Kerja terdapat di klaster 01-05 yaitu Penyederhanaan Izin Berusaha, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM serta Kemudahan Berusaha.
Bisa dikatakan karpet merah sudah tersedia bagi UMKM dan koperasi dalam UU Cipta Kerja. Pasalnya, untuk menyebut beberapa, kegiatan usaha dapat digunakan sebagai jaminan kredit, kemudahan pendirian perseroan terbatas, dan insentif kepabeanan bagi usaha berorientasi ekspor serta insentif pajak penghasilan.
Sudah saatnya koperasi dan UMKM menjadi garda terdepan ekonomi Indonesia.