Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah resesi Indonesia dan pandemi Covid-19, utilisasi industri kaca lembaran diramalkan terus meningkat hingga akhir tahun ini. Hal tersebut sejalan dengan perkiraan Prompt Manufacturing Index (PMI) yang diterbitkan Bank Indonesia (PMI-BI).
PMI-BI meramalkan bahwa indeks industri semen dan barang galian nonlogam akan menyentuh level 50,0 pada kuartal IV/2020. Angka tersebut naik dari posisi kuartal III/2020 di level 48,49, yang naik dari posisi kuartal II/2020 yakni 25,76.
Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) mendata utilisasi industri kaca lembaran telah tumbuh 230 basis poin (bps)dari realisasi kuartal II/2020 ke posisi 57,5 persen pada kuartal III/2020. Adapun, angka tersebut akan naik ke level 60 persen pada kuartal IV/2020.
"Ini perkiraan [kuartal IV/2020] kami buat pada pertengahan September. Cukup optimis pada saat tersebut karena harga gas [yang sudah di level] US$6 per mmBTU menaikkan daya saing dan permintaan ekspor mulai naik, tapi realisasinya mudah-mudahan bisa pada Oktober ini," kata Ketua Umum AKLP Yustinus Gunawan kepada Bisnis, Rabu (14/10/2020).
Adapun, proyeksi yang dilakukan AKLP dengan asumsi bahwa tidak akan ada penambahan tenaga kerja maupun investasi hingga akhir tahun. Dengan kata lain, proyeksi tersebut dibentuk tanpa memasukkan unsur pengesahan UU Cipta Kerja.
Yustinus menyatakan saat ini proyeksi AKLP berpotensi terganggu oleh demo buruh dan demo mahasiswa yang kontraproduktif. Demo buruh dan demo mahasiswa itu menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca Juga
Di samping itu, Yustinus berharap utilisasi industri kaca lembaran baru akan kembali ke posisi pra pandemi pada akhir 2021. Dengan kata lain, pabrikan menargetkan rata-rata utilisasi pabrikan tahun depan naik sekitar 500 bps ke level 69 persen.
Yustinus menyatakan seluruh pabrikan kaca lembaran saat ini menerima permintaan dengan volume yang sangat kecil maupun sangat rumit. Menurunnya, penerimaan permintaan tersebut dipenuhi lantaran berasal dari industri strategis.
Yustinus menilai perlu dukungan pemerintah jika angka PMI nasional mau kembali menembus level 50,0. Selain itu, ujarnya, pemerintah juga harus menghindari kebijakan-kebijakan kontraproduktif yang membuat investor urung menanamkan dananya di dalam negeri.
Di sisi lain, Yustinus mengkhawatirkan kembali datangnya serbuan produk impor ke pasar domestik. Oleh karena itu, pihaknya mengusulkan agar pengurangan pelabuhan entry point menjadi hanya pelabuhan Dumai dan Bitung.
Yustinus menilai terkonsentrasinya kaca impor ke dua pelabuhan tersebut akan merangsang roda perekonomian di wilayah pelabuhan tersebut.
"Kebijakan impor [pengurangan pelabuhan impor menjadi hanya pelabuhan] Dumai dan Bitung nyambung banget dengan realisasi kebijakan pemerintah [terkait penggunaan infrastruktur]. Pembangunan infrastruktur harus dimanfaatkan maksimal," ucapnya.
Yustinus mencatat alokasi produksi untuk pasar domestik masih mendominasi sekitar 65-70 persen dari total produksi. Menurutnya, kunci pemulihan utilisasi industri kaca adalah pemanfaatan aset dan pasar lokal.
Secara khusus, sektor properti dan otomotif menjadi kunci dalam penyerapan tenaga kerja dan kaca lembaran sebagai bahan baku. Oleh karena itu, ujar Yustinus, pemerintah perlu memfasilitasi kelancaran mobilitas tenaga kerja dan bahan baku di kedua sektor tersebut.