Bisnis.com, JAKARTA - Langkah pemerintah dan DPR yang memasukan klaster perpajakan dalam Undang-Undang Cipta Kerja berpotensi menggerus penerimaan pajak.
Klaster perpajakan di dalam UU Cipta Kerja memuat pasal tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen di luar negeri. Pada pasal 111 disebutkan bahwa dividen yang berasal dari luar negeri oleh pemilik Indonesia tidak dipajaki apabila ditanamkan dalam bentuk investasi di Indonesia.
Penghapusan PPh atas dividen ini dapat mendorong penempatan dana yang lebih produktif di Indonesia dari pemilik modal dan pengenaan persyaratan terkait pengecualian PPh atas dividen ini dapat mengubah rezim pajak Internasional Indonesia menjadi territorial.
“Namun perlu dipahami bahwa penghapusan PPh atas dividen tidak selalu menjamin repatriasi atau pengembalian dana yang diparkir di luar negeri ke dalam negeri dan juga tidak menjamin berkurangnya risiko penghindaran pajak.” kata Ekonom Prakarsa Cut Nurul Aidha, Jumat (9/10/2020).
Aidha juga memberikan catatan khusus perihal pajak transaksi elektronik yang diatur dalam di dalam UU 2/2020. Menurutnya langkah pemerintah memperluas basis pajak ke sektor ekonomi digital tersebut perlu diapresiasi.
"Ke depan, pemerintah perlu menyusun langkah yang lebih jelas dan terukur agar mampu optimal mengejar potensi penerimaan negara dari bisnis digital," jelasnya.
Baca Juga
Adapun, Aidha juga menyebut alasan pemerintah yang memberikan banyak relaksasi kepada pengusaha lewat UU Ciptaker juga kurang tepat. Pasalnya, yang paling utama yang perlu dilakukan adalah memperbaiki penegakan hukum atas praktik korupsi, perbaikan sistem kemudahan berusaha, perizinan, kontrak bisnis, dan sistem pelaporan dan pembayaran pajak untuk badan usaha.
"Dengan itu, maka investor akan yakin untuk berinvestasi di Indonesia,” tegas Cut Nurul Aidha.