Bisnis.com, JAKARTA – Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law mengubah rezim penerbitan sertifikat halal.
Jika sebelumnya sertifikat halal hanya dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia, undang-undang sapu jagat memberi alternatif sertifikat dapat diberikan oleh maka Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah,menyebutkan dengan konsep ini terjadi perubahan rezim sertifikasi halal seperti yang diatur dalam UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Pada Pasal 35A ayat 2 UU Cipta Kerja disebutkan apabila Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal, maka Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dapat menerbitkan sertifikat halal.
“Ini dapat dikatakan kekuasaan negara mengooptasi kewenangan ulama. Sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam sejarah perundang-undangan di Indonesia,” katanya melalui pesan instan yang diterima Bisnis, Kamis (8/10/2020).
UU Cipta Kerja juga menegaskan BPJPH sebagai otoritas tunggal atas segala hal yang berkaitan dengan proses sertifikasi halal.
“Sertifikasi Auditor Halal, Akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Ketentuan Kerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Halal Internasional serta Sistem Jaminan Halal memosisikan BPJPH menjadi Badan yang super body, sekaligus menempatkan MUI seperti menjadi subordinat atau bawahan BPJPH,” tutur Ikhsan.
Lebih lanjut, menurut Ikhsan seharusnya UU Cipta Kerja menggunakan pendekatan yang humanis dan tetap menghormati MUI sebagai representasi ulama di Tanah Air untuk. Dia menilai aturan sertifikasi halal yang tercantum dalam beleid tersebut akan sulit diimplementasikan tanpa adanya dukungan dari ulama.