Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Cipta Kerja : Industri Setuju Isi, Beda Suara Soal Pengesahan

Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dinilai pelaku industri sebagai hal yang positif. Namun, ada perbedaan suara mengenai proses pengesahan beleid tersebut.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya (dari kiri) bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia memberikan keterangan saat konferensi pers terkait UU Cipta Kerja di Jakarta, Rabu (7/10/2020).
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya (dari kiri) bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia memberikan keterangan saat konferensi pers terkait UU Cipta Kerja di Jakarta, Rabu (7/10/2020).

Bisnis.com, JAKARTA - Pengesahan UU Cipta Kerja menuai demontrasi penolakan di berbagai tempat. Kalangan industri satu suara mendukung isi omnibus law itu, meski ada beda pendapat mengenai proses pengesahan yang memicu demonstrasi penolakan.

Asosiasi Tekstil Indonesia menilai UU Cipta Kerja memberikan dampak positif bagi industri garmen, Asosiasi Persepatuan Indonesia menilai omnibus law itu menjadi pintu masuk investasi, adapun Industri Mebel dan Kerajinan tak masalah dengan undang-undang sapu jagat itu.

Akan tetapi, ketiganya tidak satu suara terkait dengan proses pengesahan UU yang menuai reaksi demonstasi penolakan di berbagai tempat.

"Ramai di sektor tekstil karena memang kalau dari sisi teman-teman buruh menyisakan banyak pertanyaan [terkait dengan isi UU Cipta Kerja]," ujar Sekretaris Jenderal API Rizal Rakhman kepada Bisnis, Kamis (8/10/2020).

Menurutnya, sosiasilisasi tentang RUU Cipta Kerja masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan hingga disahkan menjadi undang-undang oleh DPR. "Ini pekerjaan rumah yang belum selesai dan harus segera diselesaikan," ujarnya.

Pengesahan RUU menjadi UU sesungguhnya membutuhkan dialog sosial yang komprehensif yang mungkin tidak menyenangkan semua orang, tetapi mengayomi kepentingan yang lebih besar tanpa harus menindas masyarakat lain.

Sedikit berbeda dengan Rizal, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan sebagian buruh industri alas kaki mengapresiasi pengesahan UU tersebut.

Buruh yang dimaksud merupakan buruh yang tergabung dalam pabrikan hasil relokasi di Jawa Tengah dari Banten.

Firman mendata saat ini setidaknya ada sekitar 900.000 tenaga kerja yang tergabung dalam industri alas kaki. Menurutnya, tenaga kerja yang ada di daerah tujuan relokasi pabrikan mengapresiasi lantaran adanya lapangan pekerjaan baru di sana.

Seperti para pekerja pabrik sepatu relokasi, buruh di industri mebel dan kerajinan tidak ada masalah dengan pengesahan UU Cipta Kerja. Hal ini karena pelaku industri mebel telah mengomunikasikan UU Cipta Kerja kepada tenaga kerja.

"Kalau di [industri] mebel tidak masalah, kami kerja normal saja. Ada transparansi di antara pengusaha dengan serikat pekerja. Mereka juga mengerti," ujar Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur.

Menurutnya, saat ini setidaknya ada sekitar 2,1 juta tenaga kerja yang tergabung dalam industri mebel dan kerajinan nasional.

Sobur menyarankan agar pemangku kepentingan mencoba UU Cipta Kerja berjalan sekitar 1-2 tahun. Setelah itu, ujarnya, berbagai pihak bisa mengevaluasi maupun mengajukan judicial review terkait beleid tersebut.

"Judicial review seharusnya dilakukan pada konteks di mana UU Cipta Kerja ini dibuktikan di lapangan dan [ternyata] tidak efektif," ucapnya.

Rizal menilai UU Cipta Kerja memberikan dampak positif bagi industri garmen, khususnya yang berorientasi ekspor. Namun, hal yang sama tidak terjadi pada industri tekstil atau lebih dikenal dengan pabrik kain.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, industri tekstil dan produk tekstil menyerap 3,8 juta tenaga kerja. Adapun, industri tekstil berkontribusi 17,69 persen atau 678.360 orang yang tersebar pada 1.540 industri besar dan sekitar 131.000 industri kecil dan menengah (IKM).

Rizal berharap UU Cipta Kerja dapat memicu investasi ke industri TPT nasional. Namun, penanganan penyebaran Covid-19 harus tetap menjadi prioritas utama agar daya beli masyarakat kembali meningkat.

Oleh karena itu, Rizal meramalkan beleid tersebut baru akan memiliki dampak paling cepat sekitar medio 2022. "Setahun setelah pandemi berlalu".

Firman menilai UU Cipta Kerja menjadi pintu masuk investasi asing. Menurutnya, sebelum beleid tersebut disahkan, para investor hanya melirik dua negara tujuan, yakni Vietnam dan Kamboja.

"Artinya, peluang ini bisa dinikmati calon-calon pekerja di daerah seperti Jawa Tengah. Terlebih kalau kebijakan daerah inline dengan UU Cipta Kerja, bisa mendorong iklim industri yang lebih ramah lagi," ucapnya.

Secara materi, UU Ciptaker mendapatkan respons positif dari kalangan industri. Namun demikian, mereka punya suara berbeda mengenai proses pengesahan, terutama dalam hal sosialisasi RUU tersebut dengan segala dampaknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper