Bisnis.com, JAKARTA--PT Transjakarta berharap terdapat mekanisme penghitungan tarif listrik khusus untuk kendaraan umum berbasis listrik .
Berdasarkan Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2020, tarif listrik untuk keperluan penjualan curah, untuk tarif instalasi listrik privat yang digunakan untuk pengisian listrik angkutan umum (taksi, bus Damri, Transjakarta, dll) ditetapkan sebesar 0,8 ≤ Q≤ 2, di mana Q= Rp707 per kWh. Faktor Q ditetapkan oleh PT PLN (Persero).
Direktur Teknik dan Fasilitas Transjakarta Yoga Adiwinarto menilai penghitungan tarif tersebut masih terlalu mahal untuk angkutan umum.
"Masih kemahalan. Harga Q-nya sudah bagus, kalau bisa 0,8 bisa lebih bagus. Angkutan umum kalau bisa punya harga khusus. Kalau lihat dari peraturan langsung aja deh faktor Q di cap 0,8," ujar Yoga dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (25/9/2020).
Berdasarkan perhitungan Transjakarta, biaya energi menggunakan bus listrik diperkirakan sebesar Rp796 per kWh (faktor Q=1) untuk tiap 1 kilometer (km). Biaya ini jauh lebih murah dibandingkan menggunakan bahan bakar diesel yang bisa mencapai Rp2.575 per km dan gas Rp2.067 per km.
Hanya saja, kata Yoga, total cost of ownership (TCO) rate pengadaan bus listrik jauh lebih besar dibandingkan bus berbahan bakar diesel. Hal ini karena biaya investasi bus listrik dan charger-nya jauh lebih mahal. Kedua komponen ini bisa mencapai sekitar 61 persen dari total struktur biaya.
Baca Juga
"Kalau seandainya kami bisa turunkan biaya-biaya tadi, dari biaya instalasi, pajak, termasuk biaya listriknya sendiri ini pun akan bisa menurunkan TCO ratio itu sendiri," katanya.
Adapun Transjakarta menargetkan mengoperasikan total 8.882 unit bus pada 2025. Sebesar 50 persennya ditargetkan berupa bus listrik atau sekitar 4.441 unit.
Yoga menuturkan, saat ini Transjakarta sedang menjalankan pilot project mengoperasikan 100 unit bus listrik.